Misteri Kecelakaan Air India Flight 171: Investigasi Fokus pada Mesin, Serangan Burung, dan Kesalahan Konfigur

Jumat 13 Jun 2025 - 14:34 WIB
Reporter : Edi Prasetya
Editor : Edi Prasetya

Radarlambar.bacakoran.co- Tragedi jatuhnya pesawat Air India Flight 171 jenis Boeing 787-8 Dreamliner yang bertolak dari Ahmedabad menuju London Gatwick pada Kamis (12/6) masih menyisakan tanda tanya besar. Ledakan terjadi hanya beberapa menit setelah lepas landas, pada ketinggian sekitar 1,5 kilometer. Insiden ini menewaskan 265 orang dari total penumpang dan kru, hanya menyisakan satu penumpang selamat yang duduk di kursi 11A.

Pesawat yang diterbangkan oleh Kapten Sumeet Sabharwal dan kopilot Clive Kundar itu sempat mengirimkan sinyal darurat (mayday) sesaat setelah tinggal landas pukul 13.39 waktu setempat. Namun, tak ada respons lanjutan dari pesawat hingga akhirnya meledak di area hunian padat.

Menurut kesaksian penumpang selamat dan rekaman video yang beredar, pesawat sempat kesulitan mencapai ketinggian. Dalam rekaman tersebut, pesawat tampak terbang rendah sebelum akhirnya kehilangan ketinggian dan meledak di kawasan permukiman. Data terakhir menunjukkan ketinggian hanya 190 meter sebelum hilang dari pantauan.

Beberapa analis aviasi memperkirakan kemungkinan kerusakan dua mesin sekaligus—kemungkinan yang sangat langka dalam sejarah penerbangan komersial. Jika benar kedua mesin gagal berfungsi, pilot akan kesulitan menjaga stabilitas pesawat, apalagi dalam hitungan detik setelah tinggal landas.

Selain itu, muncul dugaan pesawat tidak mengaktifkan Ram Air Turbine (RAT)—sistem cadangan darurat yang biasanya menyala saat mesin utama gagal memberikan daya.

Pakar aviasi menyebutkan bahwa kegagalan mesin ganda bisa saja terjadi akibat kontaminasi bahan bakar atau penyumbatan dalam sistem pengukuran bahan bakar. Kondisi ini dapat menyebabkan hilangnya daya dorong secara total dalam waktu singkat. Meskipun demikian, tidak ada bukti konkrit saat ini untuk mendukung hipotesis tersebut.

Faktor eksternal juga sedang dipertimbangkan dalam investigasi, termasuk potensi serangan burung. Bandara Ahmedabad dilaporkan kerap mengalami insiden semacam ini. Selama lima tahun terakhir, tercatat 462 kasus serangan burung di negara bagian Gujarat, mayoritas terjadi di sekitar bandara.

Serangan burung dalam skala besar bisa menyebabkan kerusakan pada mesin, seperti yang pernah terjadi pada insiden US Airways di Sungai Hudson tahun 2009. Meski berhasil mendarat darurat saat itu, kerusakan akibat burung terbukti sangat berbahaya bagi mesin jet.

Selain itu, investigasi juga mengarah pada potensi kegagalan sistem penutup sayap (flap) yang berfungsi membantu pesawat mendapatkan daya angkat saat lepas landas. Dalam suhu panas ekstrem mencapai 40 derajat Celsius, kebutuhan daya dorong meningkat. Jika flap tidak terbuka sempurna, pesawat bisa gagal mencapai ketinggian optimal.

Meski sistem peringatan konfigurasi lepas landas Boeing 787 seharusnya mendeteksi kesalahan tersebut, dugaan kesalahan manusia (human error) tetap menjadi salah satu skenario. Para pilot seharusnya melakukan pengecekan sistem flap secara manual sesuai daftar prosedur sebelum tinggal landas.

Tim penyelidik gabungan dari India, Inggris, dan Amerika Serikat telah mulai menganalisis puing-puing dan mencari kotak hitam pesawat untuk memperoleh rekam jejak teknis terakhir sebelum jatuh. GE Aerospace sebagai produsen mesin dan Boeing telah mengirimkan tim teknis khusus untuk membantu proses investigasi.

Kecelakaan ini merupakan tragedi fatal pertama yang melibatkan Boeing 787-8 Dreamliner sejak pesawat tersebut digunakan secara komersial pada 2011. Dunia penerbangan kini menantikan hasil resmi investigasi guna mengungkap penyebab pasti peristiwa yang mengguncang sektor penerbangan global ini.(*)

Kategori :