Antara Alam dan Risiko: Misi Penyelamatan di Gunung Rinjani Setelah Insiden Pendaki Asal Belanda

Minggu 20 Jul 2025 - 08:13 WIB
Reporter : Nopriadi
Editor : Nopriadi

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Gunung Rinjani, dengan segala keindahan dan tantangan yang disuguhkan, menjadi magnet bagi para pencinta alam dari seluruh dunia. Namun di balik pesonanya, jalur pendakiannya menyimpan risiko yang tidak bisa dianggap remeh, sebagaimana yang terjadi pada 17 Juli 2025 ketika seorang pendaki asing mengalami kecelakaan serius di jalur menuju Danau Segara Anak.
Jalur Ekspedisi yang Populer namun Menantang

Gunung Rinjani bukan hanya gunung tertinggi kedua di Indonesia, tetapi juga salah satu destinasi pendakian favorit wisatawan mancanegara. Jalur Sembalun — yang terletak di sisi timur gunung — kerap dipilih karena kemiringannya yang lebih landai pada awal pendakian, namun berubah menjadi ekstrem menjelang puncak dan saat menuruni ke danau kawah.

Di sinilah risiko mulai meningkat. Tanjakan dan turunan tajam, medan berbatu, serta cuaca yang berubah cepat menjadi kombinasi berbahaya bagi pendaki, terlebih mereka yang tidak terbiasa dengan karakteristik pegunungan tropis di Indonesia.
Insiden di Tengah Alam Liar

Seorang pendaki perempuan asal Belanda bernama Sarah Tamar van Hulten mengalami kejadian tak diinginkan di jalur Pelawangan Sembalun. Ia memulai perjalanannya pada 16 Juli 2025, dan sehari kemudian mengalami kecelakaan di jalur turun menuju Danau Segara Anak. Lokasi kejadian termasuk dalam salah satu bagian paling curam dan sulit diakses dalam keseluruhan trek pendakian Rinjani.

Setelah insiden terjadi, Sarah mampu menghubungi petugas Taman Nasional Gunung Rinjani. Keberadaan sinyal komunikasi di pegunungan yang terbatas membuat keberhasilan kontak ini menjadi faktor krusial yang mempercepat respons penyelamatan.
Evakuasi yang Tidak Bisa Mengandalkan Darat

Kantor SAR Mataram menerima laporan dan segera merespons dengan mengerahkan tim dari Pos SAR Kayangan. Tim membawa perlengkapan lengkap, termasuk peralatan mountaineering, alat komunikasi, serta kebutuhan medis dan logistik. Namun karakter medan tempat kecelakaan terjadi membuat evakuasi darat menjadi sangat lambat dan berisiko.

Dalam situasi seperti ini, kecepatan menjadi kunci — bukan hanya untuk menyelamatkan korban dari cedera lebih lanjut, tetapi juga untuk menghindari perubahan cuaca ekstrem yang biasa terjadi di kawasan Rinjani pada sore hingga malam hari. Oleh karena itu, SAR Mataram segera menjalin koordinasi lintas wilayah dengan SGI Air Bali dan SAR Denpasar.
Misi Udara Dimulai

Sebuah helikopter SGI Air Bali dikerahkan dan lepas landas pada pukul 15.45 WITA menuju titik koordinat lokasi korban. Penggunaan helikopter dalam misi penyelamatan gunung bukanlah hal baru, tetapi tetap menjadi langkah logistik yang kompleks. Koordinasi udara dan darat, kondisi cuaca, arah angin, serta medan pendaratan menjadi faktor penting yang perlu diperhitungkan secara cermat.

Kehadiran helikopter tak hanya mempercepat proses penyelamatan, tetapi juga meminimalkan risiko lanjutan bagi tim SAR yang harus menembus jalur sulit. Dalam kasus ini, helikopter menjadi penyelamat yang membawa harapan.
Upaya Kolaboratif dalam Penanganan Darurat

Proses evakuasi dilakukan oleh tim gabungan yang melibatkan SAR nasional, petugas taman nasional, dan unsur pendukung lainnya. Kerja sama lintas lembaga semacam ini menjadi bagian penting dari sistem penanganan bencana dan kecelakaan di Indonesia, khususnya di kawasan wisata alam.

Setiap tahun, ratusan ribu pendaki dari dalam dan luar negeri datang ke Indonesia untuk menjajal gunung-gunungnya. Oleh karena itu, sistem respons cepat terhadap situasi darurat menjadi salah satu pilar penting dalam menjamin keselamatan mereka.
Pelajaran dari Insiden

Kasus yang menimpa Sarah van Hulten memberikan banyak pelajaran, baik bagi pendaki maupun pengelola wisata alam. Bagi pendaki, penting untuk memahami risiko rute yang dipilih, mempersiapkan fisik dan mental secara menyeluruh, serta memastikan perangkat komunikasi tersedia dan berfungsi. Bagi pengelola kawasan konservasi, penting untuk terus memperbarui sistem pemantauan jalur dan memperkuat respons terhadap situasi darurat.

Meski hingga berita ini disusun proses evakuasi masih berlangsung, kasus ini telah menunjukkan bahwa keselamatan di pegunungan bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga hasil kerja kolektif dari berbagai pihak yang bekerja dalam senyap — dari petugas SAR di darat hingga pilot di udara.

Gunung akan selalu menjadi tantangan yang megah. Namun ketika nyawa menjadi taruhan, kerja sama, teknologi, dan kesiapan adalah tiga hal yang tak boleh hilang dari perjalanan menuju puncak dan kembali pulang dengan selamat. (*)


Kategori :