RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO— Indonesia menorehkan sejarah baru dalam industrialisasi migas. Presiden RI Prabowo Subianto meresmikan pabrik petrokimia berbasis nafta terbesar di Asia Tenggara milik PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) di Cilegon, Banten, Kamis (6/11).
Pabrik yang berdiri di atas lahan seluas 110 hektare dengan nilai investasi US$3,9 miliar atau sekitar Rp62 triliun ini menjadi salah satu tonggak penting hilirisasi industri energi nasional. Fasilitas tersebut diharapkan mampu mengurangi ketergantungan impor bahan baku industri, sekaligus memperkuat kemandirian ekonomi Indonesia.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Laode Sulaeman, menyebut kehadiran pabrik ini sebagai bukti konkret keberhasilan strategi hilirisasi yang telah dicanangkan pemerintah.
“Ini adalah momen penting bagi Indonesia. Dengan beroperasinya pabrik ini, kita membuktikan bahwa hilirisasi bukan hanya slogan, tapi sudah berjalan nyata dan memberi manfaat konkret,” ujar Laode, Kamis (6/11).
Pabrik nafta cracker tersebut mampu mengolah sekitar 3,2 juta ton bahan baku per tahun dan menghasilkan 15 jenis produk petrokimia seperti etilena dan propilena. Sekitar 70 persen hasil produksi akan digunakan untuk kebutuhan industri domestik, sementara 30 persen sisanya ditujukan untuk ekspor.
Menurut Laode, fasilitas ini menjadi bukti nyata bahwa hilirisasi migas memiliki nilai tambah tinggi, baik bagi industri maupun bagi perekonomian nasional.
“Dari bahan mentah, kita hasilkan produk bernilai tinggi yang mendorong penerimaan negara, membuka lapangan kerja, dan memperkuat daya saing industri,” ujarnya.
Proyek LCI juga berdampak besar terhadap ketenagakerjaan nasional. Selama tahap konstruksi dan operasional, proyek ini menyerap sekitar 40 ribu tenaga kerja dan menjadi sarana transfer teknologi dari Korea Selatan ke tenaga kerja lokal Indonesia.
Selain itu, proyek tersebut mendorong pertumbuhan industri turunan petrokimia, mulai dari plastik kemasan, otomotif, alat medis, hingga komponen kelistrikan.
Laode menuturkan bahwa pembangunan pabrik ini sempat tertunda sejak peletakan batu pertama pada 2016, namun berlanjut berkat peran strategis Bahlil Lahadalia selaku Menteri Investasi/Kepala BKPM di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Pak Bahlil memperjuangkan proyek ini di masa pandemi ketika ekonomi global sedang lesu. Ia memimpin langsung berbagai rapat lintas kementerian dan bahkan turun ke lapangan hingga tengah malam untuk memastikan pembangunan berjalan,” kata Laode.
Proyek ini kembali dilanjutkan setelah penandatanganan MoU dengan Lotte Chemical pada Januari 2022, diikuti kontrak Engineering, Procurement, and Construction (EPC) pada April tahun yang sama. Proses komisioning dimulai Mei 2025, dan pabrik mulai beroperasi komersial pada Oktober 2025.
“Pabrik ini menjadi simbol keberlanjutan program strategis meski terjadi pergantian pemerintahan. Kekuasaan boleh berganti, tetapi kebijakan ekonomi strategis harus berlanjut. Inilah investasi politik yang sejati,” tegas Laode.
Pabrik LCI menjadi pabrik petrokimia pertama yang dibangun di Indonesia setelah 30 tahun, menyusul berdirinya kompleks petrokimia milik Chandra Asri di era sebelumnya. Fasilitas baru ini dilengkapi dengan teknologi berstandar tinggi dan sistem operasi modern untuk memproduksi bahan baku industri bernilai tinggi.
Laode menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa keberhasilan proyek ini mencerminkan tiga kata kunci utama dalam pembangunan ekonomi nasional: visi, konsistensi, dan determinasi.