BALIKBUKIT - Dua fraksi di DPRD Kabupaten Lampung Barat—Fraksi Amanat Demokrat (ADEM) dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) kompak menyoroti ketimpangan arah kebijakan fiskal dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2026.
Meski sama-sama mengapresiasi upaya pemerintah daerah menyusun RAPBD di tengah tekanan ekonomi, keduanya menilai postur anggaran tahun depan masih jauh dari semangat kemandirian dan keberpihakan terhadap rakyat kecil.
Fraksi Amanat Demokrat menilai RAPBD 2026 belum mampu menjawab tantangan kemandirian fiskal daerah. Juru Bicara Fraksi, Bambang Kusmanto, menyebut pendapatan Lampung Barat masih sangat bergantung pada dana transfer dari pusat, sementara kontribusi PAD belum beranjak signifikan.
“Ketergantungan tinggi terhadap pusat menjadi hambatan serius bagi otonomi keuangan. Pemkab harus berani menyiapkan strategi konkret meningkatkan PAD tanpa membebani masyarakat,” ujar Bambang dalam rapat paripurna penyampaian pandangan umum Fraksi-Fraksi DPRD Lambar di Ruang Sidang Marghasana DPRD setempat, Senin (10/11/2025).
Ia menilai, potensi lokal seperti pertanian, pariwisata, dan hasil hutan bukan kayu perlu dievaluasi dan dioptimalkan agar menjadi sumber pendapatan baru yang berkelanjutan.
Dalam RAPBD 2026, total belanja daerah ditetapkan sebesar Rp954,2 miliar, turun Rp150,5 miliar dibandingkan APBD murni 2025. Penurunan paling mencolok terjadi pada belanja modal yang anjlok Rp77,7 miliar.
“Penurunan ini berpotensi menghambat pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan dan irigasi. Pemerintah perlu menjelaskan apakah ini langkah efisiensi atau tanda melemahnya kapasitas fiskal,” tegas Bambang.
Selain itu, ADEM menyoroti lonjakan belanja tidak terduga (BTT) dari Rp2,1 miliar menjadi Rp3,3 miliar. “Pos ini tidak boleh menjadi penampungan dana tak produktif. Gunakan hanya untuk situasi darurat,” ujarnya.
Fraksi juga mempertanyakan arah penyertaan modal daerah senilai Rp17,4 miliar. “Penyertaan modal jangan sekadar seremonial. Setiap rupiah harus berbuah manfaat ekonomi bagi masyarakat,” tegasnya.
Menutup pandangan, Bambang menekankan pentingnya efisiensi dan transparansi.
“Anggaran bukan sekadar angka dalam dokumen keuangan. Harus ada semangat pemerataan agar manfaat pembangunan benar-benar dirasakan rakyat Lampung Barat,” pungkasnya.
Kritik serupa datang dari Fraksi PKB. Juru Bicara Fraksi, Feri Saputra, menyebut ada kontradiksi mencolok antara tema pembangunan 2026 yang mengusung “Penguatan SDM, Infrastruktur, dan Ketahanan Pangan” dengan kebijakan anggaran yang justru memangkas belanja modal secara drastis.
“Belanja modal, yang menjadi jantung pembangunan infrastruktur, hanya direncanakan Rp35,3 miliar—turun tajam Rp77,7 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. Ini sebuah ironi,” ujar Feri.
Ia merinci, pemangkasan terbesar terjadi pada belanja modal gedung dan bangunan (turun Rp26,9 miliar) serta belanja jalan, jaringan, dan irigasi (turun Rp30,7 miliar).
“Bagaimana kita bicara penguatan infrastruktur jika justru anggarannya yang dipangkas?” tanyanya.