PKB dan ADEM Sepakat, Tema Pembangunan Tak Sinkron dengan Anggaran

Anggota DPRD Lambar Fraksi Adem Bambang Kusmanto--

“Bagaimana kita bicara penguatan infrastruktur jika justru anggarannya yang dipangkas?” tanyanya.

PKB juga meragukan target indikator makro daerah yang dinilai terlalu optimistis. Pemerintah menargetkan penurunan kemiskinan hingga 9 persen dan pengangguran terbuka 2 persen pada 2026.

“Dengan belanja publik yang turun Rp150,5 miliar, dari mana optimisme itu muncul? Belanja modal dan barang/jasa adalah penggerak utama ekonomi daerah,” kata Feri.

Selain infrastruktur, PKB menyoroti struktur pendapatan yang timpang. Dari total pendapatan Rp941,7 miliar, PAD hanya menyumbang Rp94,6 miliar atau sekitar 10 persen.

“Struktur fiskal kita rapuh. Pemerintah harus berinovasi meningkatkan PAD dengan digitalisasi pajak dan retribusi, serta mencegah kebocoran penerimaan,” ujar Feri. Ia juga mendorong Pemkab aktif melobi pemerintah pusat dan provinsi untuk tambahan dana bagi hasil dan bantuan keuangan, mengingat kebutuhan infrastruktur masih tinggi.

Meski kritis, PKB tetap menerima Nota Keuangan RAPBD 2026 untuk dibahas lebih lanjut di tingkat Badan Anggaran dan komisi-komisi.

“Namun eksekutif wajib memberikan penjelasan rasional dan solusi konkret atas kontradiksi antara tema pembangunan dan kebijakan pemotongan anggaran,” tandas Feri.

Dua suara fraksi ini menandai gejala stagnasi fiskal Lampung Barat: PAD rendah, belanja modal terpangkas, dan belanja tak terduga meningkat.

Di tengah situasi itu, DPRD menuntut arah kebijakan yang lebih jelas—bukan sekadar menambal defisit, tapi memulihkan daya dorong pembangunan.

Jika kritik ini tak dijawab dengan strategi konkret, 2026 bisa menjadi tahun di mana Lampung Barat justru berjalan di tempat: tema pembangunan besar, tapi pijakan fiskalnya rapuh. (nopri)

 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan