Padamaran: Kuliner Tradisional Jambi yang Kian Langka

Kue Padanaran. Foto Net.--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Menjelang datangnya bulan suci Ramadan, berbagai pasar takjil di Kota Jambi mulai dipadati pedagang yang menawarkan aneka penganan khas Nusantara. Kue-kue tradisional seperti lumpur, talam, klepon, dan dongkal tersusun rapi di atas meja penjual, memperlihatkan kekayaan kuliner yang terus hidup dari generasi ke generasi.

Dari sekian banyak pilihan tersebut, terdapat satu jenis kue yang selalu menjadi buruan utama warga setempat karena keunikannya. Kue itu bernama padamaran, sebuah hidangan manis beraroma pandan yang tampil sederhana, namun menyimpan daya tarik khas yang tak mampu tergantikan.

Padamaran biasanya disajikan sebagai hidangan pembuka puasa karena ukurannya tidak terlalu besar, sehingga tidak menimbulkan rasa kenyang berlebihan. Justru karena porsinya yang pas, padamaran sering dijadikan pilihan utama untuk melepas dahaga dan lapar saat waktu berbuka tiba. Keistimewaan tersebut menjadikannya primadona musiman yang banyak dicari selama Ramadan.

Di luar bulan puasa, keberadaan padamaran semakin sulit ditemukan. Para pembuat kue tradisional yang mempertahankan proses pembuatan secara manual jumlahnya semakin sedikit. Banyak yang memilih berhenti karena waktu produksi yang panjang dan tingkat penjualan yang tidak menentu. Selain itu, padamaran tidak dapat disimpan lama karena mudah basi, sehingga harus habis pada hari yang sama setelah diproses.

Padahal, jika menengok ke masa lalu, padamaran memiliki nilai historis yang kuat dalam budaya masyarakat Jambi. Dahulu, kue berwarna hijau ini menjadi hidangan wajib dalam berbagai upacara adat keluarga berada dan kaum bangsawan. Hingga kini, sebagian masyarakat masih mempertahankan tradisi tersebut. Padamaran disajikan dalam pesta pernikahan, acara syukuran keberangkatan haji, kegiatan keluarga besar, hingga suguhan resmi pemerintah daerah kepada tamu kehormatan. Statusnya sebagai kuliner tradisional khas Jambi menjadikannya simbol penghormatan bagi para tamu dan bagian penting dari identitas budaya daerah.

Penampilan padamaran cukup unik dengan warna hijau alami dan wadah berbentuk perahu kecil yang disebut takir. Wadah ini dibuat dari lipatan daun pisang berukuran kurang lebih 10–15 sentimeter panjangnya, lebar sekitar lima sentimeter, dan tinggi lima sentimeter. Warna hijau pada adonan tidak berasal dari pewarna sintetis, melainkan ekstrak daun suji yang dicampur dengan pandan. Daun suji menghasilkan warna hijau pekat yang menegaskan karakter visual padamaran, sementara pandan memberikan aroma harum yang menjadi ciri khas dan menggugah selera.

Adonan padamaran terbuat dari tepung beras yang dicampur dengan santan kelapa sehingga menghasilkan tekstur lembut menyerupai bubur sumsum. Pada bagian dasar takir, ditambahkan sisiran gula merah yang akan mencair saat proses pengukusan, memberikan rasa manis gurih yang menyatu dengan lembutnya adonan.

 

Cara Pembuatan Padamaran

Untuk menghasilkan sekitar 60 takir padamaran, bahan yang dibutuhkan antara lain 300 gram tepung beras, 30 gram tepung terigu, dua liter santan, 35 lembar daun suji yang diambil sarinya, 400 gram gula merah, dan 150 gram gula pasir. Santan diperoleh dari dua butir kelapa berukuran kecil.

Langkah pertama adalah menyiapkan takir. Daun pisang dipanaskan sebentar di atas api kecil agar lentur, lalu dipotong sesuai ukuran dan dilipat menyerupai wadah kecil. Ujungnya direkatkan menggunakan staples agar tidak mudah terbuka. Setelah wadah siap, sisiran gula merah diletakkan pada bagian dasar.

Selanjutnya, seluruh bahan adonan dicampur ke dalam panci dan dimasak di atas api kecil sambil terus diaduk. Ekstrak daun suji dan pandan dimasukkan ketika adonan mulai mengental. Ketika muncul gelembung-gelembung kecil di bagian pinggir panci, kompor dimatikan dan adonan dibiarkan dingin sejenak.

Adonan yang sudah dingin dituangkan ke dalam takir sebanyak dua sendok makan untuk setiap wadah. Setiap lapisan adonan diberi tambahan serpihan gula merah, lalu dikukus sekitar 10 menit. Di tengah proses pengukusan, ditambahkan sedikit santan di permukaan untuk menambah rasa gurih. Setelah matang, aroma pandan akan langsung tercium, menandai bahwa padamaran siap disantap.

Penyajian padamaran biasanya ditemani teh hangat, terutama saat berbuka puasa. Sensasi manis dan lembut yang berpadu dengan rasa gurih santan menghadirkan pengalaman rasa yang khas dan sulit dilupakan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan