Dugaan Dampak Lingkungan TPL Menguat, Luhut Bantah Keterlibatan

Luhut Binsar Panjaitan. Foto Kemen P4ndatagunaan Aparatur Negara--

 

RADARLAMBRBACAKORAN.CO – Isu keterlibatan perusahaan PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL) dalam bencana banjir dan longsor di Sumatra kembali mencuat setelah berbagai pihak menuding aktivitas perusahaan turut memperparah kerusakan lingkungan. Sorotan publik semakin menguat karena bencana besar yang melanda Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat menelan ratusan korban jiwa serta membuat wilayah terisolasi.

 

Perusahaan pulp yang telah beroperasi lebih dari tiga dekade itu dianggap merusak ekosistem hutan di sekitar Danau Toba dan wilayah lain tempat mereka beroperasi. Dalam tudingan publik, nama Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, turut dikaitkan sebagai pihak yang memiliki kaitan dengan perusahaan tersebut. Namun, melalui juru bicaranya, Luhut menegaskan tidak memiliki hubungan apa pun dengan TPL.

 

Di tengah polemik tersebut, Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, menyatakan kesiapan mengeluarkan rekomendasi penutupan operasional TPL, setelah berbagai kelompok masyarakat sipil, tokoh adat, dan pimpinan Gereja HKBP mendesak pemerintah menanggapi dampak ekologis yang ditimbulkan perusahaan. Rekomendasi itu kini menjadi pembahasan serius sebagai respons atas tekanan publik.

 

Pihak perusahaan akhirnya memberikan klarifikasi. Melalui Corporate Secretary, TPL menegaskan bahwa seluruh aktivitas usaha dijalankan sesuai regulasi dan tidak pernah melampaui izin pemerintah. Perusahaan juga menyatakan belum menerima salinan resmi rekomendasi penutupan dari pemerintah provinsi, karena dokumen tersebut masih dalam proses evaluasi.

 

Di sisi lain, kelompok masyarakat adat dan organisasi lingkungan menilai keberadaan perusahaan selama ini meninggalkan banyak persoalan, mulai dari konflik lahan hingga kerusakan ekologis. Dorongan penutupan TPL menguat setelah ribuan warga melakukan unjuk rasa besar pada November lalu, menuntut pemerintah bertindak atas dugaan dampak industri terhadap lingkungan.

 

TPL sendiri menegaskan bahwa pengelolaan hutan tanaman industri mereka telah memenuhi penilaian konservasi independen. Dari total konsesi lebih dari 167 ribu hektare, perusahaan mengklaim mayoritas kawasan tetap dijaga sebagai area konservasi dan perlindungan.

 

Kepemilikan perusahaan juga menjadi sorotan. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, mayoritas saham TPL kini dimiliki perusahaan asal Hong Kong, Allied Hill Limited, yang berada di bawah kendali pengusaha asal Singapura. Komposisi tersebut menegaskan bahwa TPL bukan perusahaan milik Luhut, seperti yang ramai diperbincangkan di ruang publik.

 

Pemerintah provinsi menekankan bahwa rencana rekomendasi penutupan masih membutuhkan analisis komprehensif, termasuk dampaknya terhadap tenaga kerja dan keberlanjutan ekonomi masyarakat sekitar. Meski proses masih berjalan, masyarakat adat, kelompok gereja, hingga organisasi sipil menyatakan akan terus mengawal langkah ini hingga tuntas.

 

Sementara itu, perusahaan menegaskan operasional tetap berjalan normal dan belum terdampak oleh polemik tersebut. Mereka juga berharap diskursus publik mengenai isu lingkungan tetap mengedepankan data yang terverifikasi agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan