Radarlambar.Bacakoran.co - Hari ini, Sabtu 21 Desember 2024, Indonesia akan menyaksikan fenomena astronomi yang terjadi dua kali setahun: Solstis Matahari. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan bahwa peristiwa ini menandai titik balik Matahari, saat pusat tata surya kita berada di posisi paling selatan atau paling utara langit Bumi. Menurut Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin, Solstis dapat diamati dengan mudah melalui posisi terbit dan terbenam Matahari yang berada di titik paling selatan.
Fenomena Solstis Matahari ini terjadi dua kali dalam setahun, yaitu pada 21 Juni dan 21 Desember. Tahun ini, peristiwa tersebut terjadi pada hari ini, 21 Desember. Lantas, apa dampaknya bagi kehidupan di Bumi?
Dampak Solstis Matahari
Thomas Djamaluddin menjelaskan, Solstis Matahari memengaruhi pergantian musim di Bumi. Di belahan Bumi utara, fenomena ini menandakan awal musim dingin, sedangkan di belahan Bumi selatan, peristiwa ini menandai awal musim panas dan musim hujan di wilayah selatan Indonesia.
Selain itu, Solstis juga berdampak pada durasi siang dan malam. Pada Desember ini, wilayah selatan Bumi mengalami siang yang lebih panjang, sedangkan wilayah utara akan mengalami malam yang lebih panjang. Dikatakannya, saat Matahari berada di posisi paling selatan, durasi siang lebih panjang daripada malam. Ini yang menyebabkan waktu maghrib lebih lambat dan waktu subuh lebih awal.
Pada bulan Juni, kondisi sebaliknya terjadi. Di belahan Bumi selatan, siang hari sedikit lebih pendek, sementara di utara, siang lebih panjang.
Fenomena yang Tidak Menimbulkan Dampak Langsung
Meskipun fenomena ini terlihat mengesankan, Periset Pusat Riset Antariksa BRIN, Johan Muhammad, menekankan bahwa Solstis Matahari tidak menimbulkan dampak langsung. Untuk memahami perubahan musim secara lebih mendalam, perlu dilakukan pengamatan jangka panjang terhadap pergerakan Matahari. Solstis hanya merupakan bagian dari pergerakan semu Matahari, yang harus dipahami melalui pengamatan yang terus-menerus.
Penyebab Terjadinya Solstis Matahari
Johan menjelaskan bahwa fenomena Solstis Matahari terjadi karena sumbu rotasi Bumi tidak sejajar dengan jalur revolusi Bumi mengelilingi Matahari. Pada saat Solstis, sumbu Bumi miring sekitar 23 derajat, menyebabkan durasi penyinaran Matahari berbeda di berbagai wilayah Bumi sepanjang tahun.
Di bulan Desember, belahan Bumi selatan lebih condong ke arah Matahari, sementara pada bulan Juni, belahan Bumi utara yang mendapatkan sinar Matahari lebih banyak. Peristiwa Solstis ini dimulai sekitar pukul 16.20 WIB dan berlangsung selama sehari, namun efeknya dapat dirasakan beberapa hari sebelum dan setelahnya. Titik balik Matahari dapat diamati dengan memperhatikan panjang bayangan saat Matahari terbit atau terbenam. Bagi yang ingin memantau fenomena ini lebih detail, aplikasi seperti Stellarium atau SkySafari dapat digunakan.
Fenomena Solstis Matahari ini adalah salah satu kejadian langit yang menarik untuk diamati, dan meskipun tidak berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari, ia menjadi pengingat tentang betapa dinamisnya pergerakan alam semesta di sekitar kita. (*)