Angklung: Warisan Budaya Indonesia yang Mendunia

Sabtu 19 Apr 2025 - 15:40 WIB
Reporter : Yayan Prantoso
Editor : Budi Setiawan

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Angklung merupakan alat musik tradisional asal Jawa Barat yang telah dikenal luas, bahkan diakui oleh UNESCO pada tahun 2010 sebagai warisan budaya tak benda.

Setiap angklung hanya menghasilkan satu nada, sehingga untuk menciptakan melodi yang utuh dan harmonis, alat musik ini harus dimainkan secara bersamaan oleh beberapa orang. Angklung sudah dikenal sejak zaman Kerajaan Sunda, sekitar abad ke-12 hingga ke-16, yang erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat terhadap pentingnya padi sebagai sumber kehidupan.

Dalam tradisi masyarakat Sunda, angklung digunakan dalam upacara untuk menghormati Nyai Sri Pohaci, Dewi Padi, yang dianggap membawa keberkahan dan kesuburan.

Angklung juga berperan dalam sejarah perjuangan masyarakat Sunda. Namun, pada era penjajahan Belanda, angklung dilarang dimainkan oleh masyarakat, yang menyebabkan alat musik ini hanya dimainkan oleh anak-anak pada masa itu. Meskipun demikian, angklung tetap menjadi bagian penting dalam berbagai acara adat, seperti upacara panen dan Seren Taun.

Dalam perkembangannya, angklung memiliki berbagai jenis yang digunakan dalam konteks budaya yang berbeda. Salah satu jenisnya adalah Angklung Kanekes, yang digunakan oleh masyarakat Baduy dalam upacara ritual penanaman padi. Angklung ini hanya boleh dibuat oleh orang-orang keturunan tertentu, yaitu mereka yang berasal dari wilayah Kajeroan, yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan menjalankan tradisi tersebut.

Selain itu, ada Angklung Gubrag dari Cipining, Bogor, yang digunakan dalam upacara untuk menghormati Dewi Padi, terutama dalam proses tanam dan panen padi. Angklung Badeng, yang berasal dari Garut, juga digunakan dalam ritual pertanian serta dakwah Islam pada abad ke-16.

Jenis lainnya adalah Angklung Buncis yang digunakan dalam perayaan tradisional di daerah Baros, Bandung. Terakhir, ada Angklung Padaeng yang dikembangkan oleh Daeng Soetigna pada tahun 1938, yang memiliki sistem nada diatonik, memungkinkan angklung untuk memainkan lagu-lagu internasional.

Untuk menghasilkan melodi yang harmonis, ada beberapa teknik dasar dalam memainkan angklung. Salah satunya adalah Kurulung, di mana pemain menggoyangkan angklung ke kiri dan kanan untuk menghasilkan getaran nada yang berulang, selian itu juga terdapat beberapa teknik lainnya.(*)

 

Kategori :