Radarlambar.Bacakoran.co – Menikmati keindahan alam dan kekayaan budaya hanyalah sebagian dari pengalaman saat mengunjungi berbagai daerah di Indonesia. Salah satu cara terbaik untuk memahami suatu daerah adalah dengan mencicipi makanan khasnya. Di Sulawesi Tengah, khususnya di Kabupaten Donggala, terdapat sajian lokal yang berasal dari masyarakat suku Kaili bernama uta kelo. Hidangan ini berbahan dasar daun kelor dan menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat setempat.
Dilihat dari asal katanya, istilah "uta kelo" berasal dari bahasa Kaili, di mana "uta" berarti lauk dan "kelo" merujuk pada daun kelor. Sajian ini biasanya dibuat dari daun kelor yang masih muda dan dimasak bersama santan serta bumbu-bumbu sederhana, seperti cabai rawit yang memberikan rasa pedas menyengat. Perpaduan rasa pedas dan gurih menciptakan cita rasa khas yang kuat namun tetap terasa ringan dan menyegarkan.
Secara tampilan, hidangan ini mungkin tampak serupa dengan gulai daun singkong yang dikenal di beberapa daerah lain di Indonesia. Namun, penggunaan daun kelor memberikan karakter rasa yang berbeda. Daun kelor memiliki tekstur yang lebih lembut serta rasa yang ringan namun tetap kaya akan nutrisi. Banyak orang yang penasaran saat pertama kali mencoba hidangan ini, apalagi bagi yang belum terbiasa menjadikan daun kelor sebagai bahan utama dalam masakan.
Sebagai pelengkap, masyarakat Kaili kerap menambahkan bahan-bahan lain sesuai ketersediaan di dapur, seperti pisang kapok muda, terung, ikan asin, hingga udang kecil. Tambahan ini tidak hanya memperkaya rasa, tetapi juga menambah variasi tekstur yang membuat hidangan ini semakin menarik dinikmati. Biasanya, uta kelo disantap bersama nasi hangat, terutama saat makan siang.
Di balik penampilannya yang sederhana, daun kelor memiliki kandungan gizi yang luar biasa. Tumbuhan ini dikenal memiliki banyak manfaat kesehatan berkat kandungan vitamin A, vitamin C, zat besi, kalsium, dan antioksidan yang tinggi. Karena manfaat tersebut, daun kelor sering disebut sebagai “pohon ajaib”. Bagi masyarakat Kaili sendiri, uta kelo dipercaya mampu membantu mengembalikan stamina dan memperkuat daya tahan tubuh, sehingga sering dikonsumsi setelah menjalani aktivitas yang melelahkan.
Lebih dari sekadar makanan, uta kelo juga sarat akan makna budaya dan tradisi lokal. Ada cerita menarik yang berkembang di tengah masyarakat Kaili, bahwa orang luar yang mencicipi uta kelo akan merasa ada ikatan emosional dengan tanah Kaili, bahkan bisa jadi ingin terus kembali. Beberapa warga bahkan percaya bahwa para pendatang yang mencoba uta kelo bisa betah tinggal dan akhirnya menjadi bagian dari komunitas setempat. Meskipun terdengar seperti cerita rakyat, kisah ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh makanan terhadap hubungan antarindividu dan identitas budaya.
Dalam era modern yang serba cepat dan global, mempertahankan keberadaan kuliner tradisional seperti uta kelo menjadi tantangan tersendiri. Di kota-kota besar, makanan ini jarang ditemukan di rumah makan atau restoran, sehingga peran generasi muda sangat penting untuk melestarikannya. Mengenalkan uta kelo melalui berbagai kegiatan, seperti festival kuliner, pelatihan memasak lokal, hingga promosi dalam paket wisata budaya, bisa menjadi langkah efektif untuk menjaga eksistensinya.
Dengan pengemasan yang menarik, uta kelo memiliki potensi menjadi daya tarik baru di dunia pariwisata, terutama bagi wisatawan yang mencari pengalaman kuliner yang otentik. Selain memperkenalkan rasa khas daerah, hal ini juga dapat memperkuat posisi makanan tradisional dalam perkembangan industri pariwisata berbasis budaya.
Meskipun tampak sederhana dan tidak memerlukan bahan-bahan mahal, uta kelo mencerminkan kearifan lokal masyarakat Kaili dalam memanfaatkan hasil alam secara bijak. Hidangan ini tak sekadar mengisi perut, tetapi juga menyuguhkan rasa hangat dan kenyamanan yang khas dari masakan rumahan.
Bagi siapa pun yang berkunjung ke Donggala atau wilayah tempat tinggal suku Kaili, mencicipi uta kelo bisa menjadi pengalaman kuliner yang berkesan. Cita rasanya yang unik, berpadu dengan cerita dan nilai budaya yang menyertainya, dapat meninggalkan kesan mendalam dan membuat siapa saja ingin merasakannya lagi di lain waktu. *