Sejarah Wayang
Ilsutrasi Wayang. Foto Freefik--
Radarlambar.bacakoran.co - Kesenian Wayang, merupakan pertunjukan wayang kulit klasik Jawa diketahui berkembang sejak sebelum abad ke-10.
Wayang dikenal dengan pertunjukannya yang rumit serta diatur maupun bentuk cerita kuno ini berasal dari pulau Jawa di Indonesia.
Istilah pewayangan, berasal dari Indonesia untuk ‘bayangan’. Wayang kulit menggunakan figur terbuat dari kulit kerbau, dianggap sebagai bentuk wayang tertua berdiri sendiri, referensi paling awal untuk wayang jenis tersebut berasal dari tahun 800-an.
Hanya saja, banyak versi terkait sejarah wayang dan bagaimana wayang pertama kali menjadi tradisi pertunjukan.
Perkembangan seni tersebut secara luas terjadi selama periode Hindu-Buddha, terutama antara 800 serta 1500. Menurut mitos terdapat seorang pangeran bernama Aji Saka membawa aspek budaya India ke pulau Jawa.
Ritual panjang pembukaan pertunjukan wayang merayakan kedatangannya di pulau itu. Dimana, Aji Saka datang membawa hanacaraka, abjad Jawa Sansekerta, kemudian dia bagi menjadi empat, menyebar seperempat ke masing-masing dari empat arah.
Dengan begitu mentransmisikan melek huruf serta kemakmuran ke seluruh negeri.
Bahasa yang biasanya puitis disampaikan para dalang dalam lagu serta narasi wayang dicampur dengan kata-kata berbasis Sansekerta.
Sementara itu, orang Bali (yang tetap Hindu) percaya wayang diperkenalkan pengungsi dari Majapahit, kerajaan Hindu-Budha terakhir di pulau Jawa, ketika jatuh sekitar pada tahun 1520.
Sedangkan, di Jawa dalang mengatakan seni tersebut ditemukan oleh wali, sembilan orang suci masuk Islam serta berasal dari Jawa. Salah satu cerita dituturkan dalang Sunda adalah Sunan Gunung Jati, seorang wali Cirebon, sedang berbincang dengan wali lain, Sunan Kalijaga, membahas bagaimana menarik orang masuk Islam.
Sunan Gunung Jati, kala itu menggambar sosok wayang di tanah dengan tongkat, Kalijaga mengerti serta menciptakan wayang kulit pertama, dia mempersembahkan penampilan pertamanya di masjid setempat serta untuk masuk, penonton harus membaca syahadat.
Meskipun wayang mencakup cerita tradisional di pulau Jawa serta unsur-unsur Hindu, kebanyakan dalang seorang Muslim, dalang kontemporer menganggap diri mereka sebagai keturunan literal maupun spiritual para wali. (*)