SPMB 2025, Upaya Pemerintah untuk Mewujudkan Akses Pendidikan Lebih Adil dan Merata

Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Hetifah Sjaifudian. Foto Dok--
Radarlambar.bacakoran.co - Pada tanggal 3 Maret 2025, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) resmi meluncurkan Permendikbudristek Nomor 3 Tahun 2025 tentang Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Sistem baru ini dirancang untuk menggantikan sistem sebelumnya yang dianggap tidak sepenuhnya mencerminkan keadilan dan keberagaman. Dengan empat jalur pendaftaran yang berbeda, yaitu Jalur Domisili, Jalur Afirmasi, Jalur Prestasi, dan Jalur Mutasi, diharapkan SPMB dapat menyasar berbagai lapisan masyarakat dengan cara yang lebih transparan dan merata.
Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Hetifah Sjaifudian, memberikan respons positif terhadap reformasi yang dihadirkan oleh pemerintah melalui perubahan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Ia menyatakan bahwa meskipun sistem sebelumnya memiliki beberapa kelebihan, namun juga menimbulkan masalah yang tidak bisa diabaikan, seperti ketidakmerataan sosial, lemahnya pengawasan sistem, serta ketimpangan dalam hal akses pendidikan bagi anak-anak di daerah kurang berkembang.
Perubahan sistem ini diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah yang muncul pada sistem lama, dan lebih mengedepankan prinsip keadilan. Ini penting agar tidak ada lagi diskriminasi atau eksklusivitas dalam dunia pendidikan kita, ujarnya dalam sebuah wawancara. Hetifah menekankan pentingnya agar SPMB dapat menjangkau siswa dari keluarga miskin dan anak-anak yang tinggal di daerah terpencil yang selama ini kesulitan mengakses pendidikan berkualitas.
SPMB 2025 menyarankan agar pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam penerapan sistem ini, untuk menghindari potensi penyalahgunaan yang bisa terjadi pada level lokal. Dalam hal ini, Hetifah menegaskan bahwa jalur afirmasi harus benar-benar memastikan bahwa siswa dari keluarga yang kurang mampu, maupun mereka yang memiliki disabilitas, mendapatkan kesempatan yang adil untuk bersekolah.
Jalur Afirmasi menjadi sangat krusial dalam mendorong inklusivitas. Kita tidak bisa membiarkan anak-anak dari keluarga miskin atau penyandang disabilitas tersisih hanya karena sistem yang tidak berpihak kepada mereka, tambahnya.
Selain itu, Hetifah mengusulkan agar pemerintah juga melibatkan sekolah swasta dalam rangka meningkatkan kapasitas tampung siswa yang ada, terutama jika sekolah negeri sudah tidak lagi dapat menampung jumlah siswa yang melampaui batas kapasitas. Menurutnya, kolaborasi dengan asosiasi sekolah swasta dapat memperluas peluang pendidikan bagi anak-anak di seluruh Indonesia, sekaligus mendukung program wajib belajar 12 tahun yang sudah ditetapkan.
Penting juga bagi pemerintah untuk memberikan insentif kepada sekolah-sekolah swasta yang bersedia menerima siswa dengan biaya yang lebih terjangkau, sebagai upaya untuk menyebarkan kesempatan pendidikan yang lebih luas bagi semua kalangan. Hetifah mengusulkan agar pemerintah memberikan bantuan atau subsidi kepada sekolah swasta yang mampu menampung siswa yang kurang mampu, guna memudahkan mereka melanjutkan pendidikan tanpa terkendala masalah biaya.
Di samping itu, Hetifah juga mengingatkan pentingnya pengawasan yang ketat dalam implementasi SPMB di lapangan. Pengawasan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga harus melibatkan partisipasi masyarakat. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut benar-benar berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan, yakni mewujudkan akses pendidikan yang adil bagi semua anak di Indonesia.
Komisi X DPR RI berkomitmen untuk memastikan bahwa kebijakan SPMB ini berjalan dengan baik dan memberikan akses pendidikan yang seadil-adilnya bagi seluruh anak Indonesia. Ini adalah langkah penting dalam memajukan pendidikan di negara kita, tutupnya.
Dengan berbagai perubahan yang dihadirkan melalui sistem SPMB 2025 ini, diharapkan seluruh anak Indonesia, tanpa memandang status sosial ekonomi atau tempat tinggal, dapat menikmati pendidikan yang layak dan setara. Langkah ini diharapkan akan memperkecil kesenjangan pendidikan antar daerah serta memberikan peluang yang lebih besar bagi anak-anak yang berpotensi namun terbatas oleh kondisi ekonomi. *