Bahlil Klaim Warga Raja Ampat Dukung Tambang

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengklaim masyarakat dan pemimpin Raja Ampat, Papua Barat Daya, mendukung tambang. Foto Dok--
Radarlambar.bacakoran.co– Pemerintah kembali menyuarakan klaim bahwa aktivitas pertambangan di kawasan sensitif Raja Ampat, Papua Barat Daya, mendapat dukungan dari masyarakat dan pemangku kepentingan lokal. Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers di Istana Presiden, Jakarta, usai melakukan kunjungan langsung ke wilayah yang belakangan menjadi sorotan publik nasional maupun internasional.
Bahlil mengemukakan bahwa aspirasi masyarakat setempat mengandung harapan besar terhadap kemajuan ekonomi daerah. Ia mengklaim, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten, menyampaikan aspirasi positif terkait peluang ekonomi dari sektor tambang—selama aktivitas tersebut berada dalam koridor hukum dan menjaga kelestarian alam.
Dalam presentasinya kepada publik, Bahlil menampilkan dokumentasi kunjungan lapangannya—termasuk foto dan video yang, menurutnya, mencerminkan kondisi faktual di lapangan. Ia bahkan menyoroti sejumlah gambar yang ramai beredar di media sosial dan menyebutnya sebagai manipulatif atau tidak merepresentasikan kondisi sebenarnya, dengan menempelkan label "hoaks" di atasnya. Pernyataan tersebut seolah ingin mengontraskan narasi pemerintah dengan informasi yang disebarkan oleh organisasi lingkungan seperti Greenpeace.
Namun, di tengah pernyataan optimisme itu, keputusan untuk mencabut izin usaha pertambangan (IUP) milik empat perusahaan di kawasan Geopark Raja Ampat tetap dijalankan. Pemerintah mengaku bertindak berdasarkan keluhan masyarakat serta kajian lingkungan yang menunjukkan potensi kerusakan ekosistem.
Dari lima entitas pemilik IUP di wilayah itu, hanya satu yang tetap diizinkan melanjutkan operasinya, yakni PT GAG Nikel. Perusahaan ini diklaim beroperasi di luar kawasan Geopark dan disebut memiliki komitmen kuat terhadap perlindungan lingkungan. Pemerintah menyatakan akan mengawasi ketat operasionalnya, sejalan dengan arahan Presiden agar setiap aktivitas ekonomi tidak menimbulkan kerusakan ekologis.
Isu tambang di Raja Ampat menyingkap dilema klasik antara pembangunan dan pelestarian alam. Di satu sisi, daerah tertinggal seperti Papua Barat Daya sangat membutuhkan stimulus ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Di sisi lain, Raja Ampat adalah wilayah berstatus geopark nasional dan dikenal secara global sebagai surga keanekaragaman hayati laut—yang kerentanannya sangat tinggi terhadap eksploitasi industri.
Ke depan, tekanan terhadap pemerintah diprediksi masih akan tinggi. Apalagi, sejumlah aktivis telah memperingatkan potensi kembalinya izin-izin yang telah dicabut jika gugatan hukum dikabulkan pengadilan.
Keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian menjadi ujian berat. Publik kini menanti konsistensi pemerintah dalam memastikan bahwa kebijakan lingkungan bukan hanya retorika, melainkan komitmen yang terjaga dalam pengawasan jangka panjang.(*/edi)