Musim Kemarau Baru Terjadi di Sebagian Wilayah Indonesia

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. -Foto RadarĀ Grup-

Radarlambar.bacakoran.co – Memasuki akhir Juni 2025, musim kemarau di Indonesia belum sepenuhnya berlangsung merata. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat hanya sekitar 30 persen zona musim yang telah memasuki musim kemarau, jauh di bawah kondisi klimatologis normal yang biasanya mencapai lebih dari 60 persen pada periode yang sama.

Fenomena ini terjadi akibat anomali curah hujan yang terus berada di atas normal sejak awal Mei hingga awal Juli. Kondisi tersebut berdampak langsung pada pola musim di berbagai wilayah, termasuk di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, sebagian Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua, yang masih mengalami intensitas hujan tinggi.

Bahkan, sejumlah wilayah masih mengalami cuaca ekstrem. Sebagai contoh pada 2 Juli 2025 curah hujan ekstrem tercatat di Stasiun Geofisika Deli Serdang sebesar 142 mm dan di Stasiun Meteorologi Rendani Papua Barat sebesar 103 mm.

Situasi ini dipengaruhi oleh dinamika atmosfer yang kompleks. Meskipun fenomena Madden Julian Oscillation (MJO) dalam kondisi kurang aktif atmosfer Indonesia tetap menunjukkan ketidakstabilan. Hal ini disebabkan oleh lemahnya hembusan angin Monsun Australia yang biasanya membawa udara kering ke wilayah selatan Indonesia, serta masih aktifnya gelombang ekuator seperti Rossby dan Kelvin, yang memicu pembentukan awan dan hujan.

Selain itu, faktor kelautan turut memperkuat potensi cuaca ekstrem. Bibit siklon tropis 98W yang muncul di sekitar wilayah Luzon, meskipun tidak langsung berdampak ke Indonesia, menyebabkan peningkatan kecepatan angin di Laut Cina Selatan. Bersamaan dengan itu, adanya sirkulasi siklonik di Samudra Hindia sebelah barat Sumatera dan Samudra Pasifik utara Papua Nugini memicu terbentuknya zona konvergensi dan konfluensi di sejumlah wilayah perairan seperti Laut Jawa, Laut Flores, dan bagian utara Maluku.

Kondisi tersebut meningkatkan risiko terjadinya gelombang tinggi dan hujan lebat di perairan terbuka, yang berpotensi mengganggu aktivitas pelayaran dan sektor kelautan, khususnya nelayan. BMKG pun mengingatkan agar semua pihak terkait meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi gangguan cuaca yang masih bisa terjadi dalam beberapa waktu ke depan.

Fenomena musim kemarau yang tertunda ini menjadi catatan penting akan dinamika iklim yang semakin sulit diprediksi, sekaligus mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi dampak perubahan cuaca ekstrem di berbagai sektor kehidupan. (*/rinto)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan