Kasus Silfester Matutina Belum Dieksekusi, Nama JK Kembali Jadi Sorotan

Jusuf Kalla (JK) di Gedung Kampus Utama Universitas Paramadina Cipayung. Foto dok FJ--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO– Polemik eksekusi terpidana kasus pencemaran nama baik Silfester Matutina kembali mencuat ke permukaan. Namanya kembali menghiasi pemberitaan setelah vonis yang dijatuhkan sejak 2019 lalu belum juga dijalankan hingga kini padahal putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap dan menetapkan hukuman penjara satu setengah tahun.
Kasus ini bermula dari orasi publik yang dilakukan Silfester beberapa tahun silam. Dalam orasinya, ia dinilai menyampaikan pernyataan yang mencemarkan nama baik Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), beserta keluarganya. Ucapan tersebut kemudian diproses secara hukum dan berakhir dengan vonis bersalah. Namun meski putusan telah turun, Silfester tidak segera menjalani hukuman.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat. Mengapa seorang terpidana yang telah divonis tetap dapat beraktivitas bebas di luar penjara mengingat belakangan masih aktif menyuarakan pendapat dan mengajukan upaya hukum baru berupa peninjauan kembali (PK).
Silfester dikenal sebagai sosok aktivis politik yang kerap tampil di berbagai aksi dan forum diskusi ia merupakan salah satu pendukung Presiden ke-7 RI Joko Widodo yang aktif mengkritisi lawan politiknya tetapi kiprah itu kemudian menyeretnya ke dalam kontroversi ketika dalam sebuah orasi ia menyebut hal-hal yang dianggap merugikan nama baik Jusuf Kalla.
Kasus tersebut bergulir cepat di meja hijau Pada 2019 majelis hakim memutuskan bahwa Silfester terbukti bersalah melakukan fitnah dan pencemaran nama baik dengan vonis satu setengah tahun penjara dijatuhkan namun pelaksanaannya hingga kini belum terealisasi.
Dalam perjalanannya Silfester mencoba berbagai cara hukum untuk menghindari jeratan kurungan dan upaya banding hingga kasasi tidak mengubah putusan pengadilan. Ketika semua jalur hukum regular tertutup, ia kemudian mengajukan peninjauan kembali.
Meski demikian pengajuan PK seharusnya tidak menjadi alasan penundaan eksekusi. Kejaksaan Agung sudah menegaskan bahwa putusan inkrah tetap harus dijalankan meskipun ada permohonan PK. Namun, eksekusi itu merupakan kewenangan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Fakta bahwa hingga kini Silfester belum dieksekusi membuat banyak kalangan menaruh curiga. Ada yang menilai aparat penegak hukum kurang serius, ada pula yang menduga bahwa faktor politik membuat proses ini berjalan lambat.
Di sisi lain, JK sendiri memilih tidak banyak berkomentar. Sebagai tokoh senior yang kenyang pengalaman, ia lebih memilih menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme hukum. Namun, sikap itu tidak serta-merta meredam pertanyaan publik tentang mengapa kasus ini seperti dibiarkan menggantung.
Kasus Silfester kini menjadi ujian serius bagi konsistensi hukum di Indonesia. Jika seorang terpidana yang sudah divonis bersalah bisa tetap bebas berkeliaran, apa yang bisa dijadikan pegangan masyarakat tentang kepastian hukum? Pertanyaan itu semakin menguat seiring berlarut-larutnya eksekusi.
Selain menyangkut nama besar Jusuf Kalla, kasus ini juga berkaitan dengan wibawa lembaga peradilan dan kejaksaan. Publik menunggu langkah tegas Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk menuntaskan perkara ini, agar kepercayaan terhadap hukum tidak semakin terkikis.
Kini, semua mata tertuju pada aparat penegak hukum. Apakah Silfester Matutina akan segera dijebloskan ke penjara sesuai vonis atau kasus ini kembali berlarut-larut di tengah tarik ulur kepentingan. Jawaban dari pertanyaan itu akan menentukan sejauh mana hukum di negeri ini bisa ditegakkan tanpa pandang bulu. (*/rinto)