Angeun Lada, Ikon Kuliner Pedas dari Banten

Angeun Lada menjadi kuliner andalan khas Banten. Foto Net--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Hujan yang turun hampir setiap hari kerap membawa hawa dingin yang membuat tubuh membutuhkan kehangatan. Salah satu cara mengusir rasa dingin adalah dengan menyantap hidangan berkuah pedas. Di antara beragam kuliner Nusantara, ada satu sajian tradisional dari Banten yang sangat identik dengan kehangatan dan rasa pedasnya, yakni angeun lada. Hidangan ini bukan hanya menawarkan kelezatan, tetapi juga menyimpan nilai budaya yang dalam.

Secara etimologis, nama angeun lada berasal dari bahasa Sunda yang digunakan masyarakat di Banten. Kata angeun berarti sayur, sementara lada bermakna pedas. Meski disebut sayur pedas, sajian ini justru tidak menjadikan sayuran sebagai komponen utama. Daging sapi, jeroan, hingga kikil menjadi bahan pokok yang berpadu dengan kuah pedas berwarna merah menyala. Tampilan tersebut sekilas menyerupai gulai atau empal gentong, namun angeun lada tetap memiliki karakter yang khas berkat bumbu rempah yang unik.

Racikan angeun lada pada dasarnya menggunakan bumbu dasar masakan Nusantara, seperti bawang merah, bawang putih, cabai, kemiri, terasi, dan kencur. Namun, ada satu bahan yang membedakannya dengan kuliner lain, yakni daun walang. Rempah inilah yang menghadirkan aroma harum sekaligus rasa segar yang membuat masakan ini berbeda dari sajian pedas lainnya.

Daun walang banyak tumbuh di wilayah Pandeglang, Banten. Tanaman ini sekilas mirip jahe atau lengkuas, tetapi tidak mempunyai akar rimpang sehingga sulit diperbanyak. Batangnya berbentuk semu, ramping, dan dapat mencapai ketinggian hingga satu meter, tergantung kondisi tanah dan air. Bagian yang dimanfaatkan adalah daunnya, terutama yang sudah tua. Bentuk daunnya memiliki urat lurus dari pangkal sampai ke ujung, dan inilah yang memberi ciri khas sekaligus nilai rasa tersendiri pada angeun lada.

Masyarakat Banten tidak hanya memanfaatkan daun walang dalam angeun lada. Aroma wangi dan cita rasa segar yang dihasilkannya membuat daun ini sering dipakai untuk aneka masakan lain, mulai dari olahan ikan, daging, hingga tumisan sederhana. Banyak keluarga percaya bahwa hidangan dengan tambahan daun walang dapat meningkatkan nafsu makan, sehingga kerap dihidangkan ketika ada anggota keluarga yang sedang kurang selera menyantap makanan.

Lebih dari sekadar makanan sehari-hari, angeun lada juga memiliki posisi penting dalam tradisi masyarakat Banten. Setiap perayaan Idulfitri, sajian ini hampir selalu hadir di meja makan. Masyarakat setempat bahkan beranggapan bahwa lebaran tanpa angeun lada terasa hambar dan kurang meriah, layaknya malam pergantian tahun tanpa pesta kembang api. Biasanya hidangan ini disajikan bersama ketupat yang menambah kekayaan cita rasanya. Selain itu, angeun lada juga menjadi hidangan utama dalam berbagai acara adat, mulai dari khitanan hingga pesta pernikahan.

Kendati erat dengan perayaan khusus, masyarakat kini dapat menikmati angeun lada kapan saja. Sejumlah rumah makan di Banten telah memasukkan menu ini ke dalam daftar sajian harian mereka. Harga yang ditawarkan pun ramah di kantong, sekitar 12 ribu rupiah per porsi. Hal ini memungkinkan wisatawan maupun masyarakat lokal untuk menikmati kelezatan kuliner khas ini tanpa menunggu momen tertentu.

Angeun lada juga memiliki nilai historis yang cukup penting. Konon, sajian ini dulunya menjadi salah satu menu favorit para raja Banten. Karena nilai sejarah dan kekayaan budayanya, pada tahun 2016 pemerintah menetapkan angeun lada sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Penetapan ini tidak hanya menjadi bentuk penghargaan, tetapi juga mendorong generasi muda untuk melestarikan kuliner khas daerahnya.

Daya tarik utama angeun lada terletak pada perpaduan kuah pedas yang kaya rempah dengan aroma segar daun walang, ditambah daging atau jeroan yang dimasak hingga empuk. Kehangatan kuah berpadu dengan sensasi pedas mampu memberikan kenyamanan, terutama ketika disantap saat hujan turun. Rasanya tidak hanya mengenyangkan, tetapi juga meninggalkan jejak kelezatan yang sulit dilupakan.

Keberadaan angeun lada menjadi bukti bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki kekayaan gastronomi yang unik. Di balik semangkuk angeun lada, tersimpan kisah panjang mengenai tradisi kuliner masyarakat Banten, kearifan lokal dalam memanfaatkan rempah, serta identitas budaya yang terus diwariskan dari generasi ke generasi. Menyantapnya berarti tidak hanya menikmati kelezatan, tetapi juga ikut menjaga eksistensi warisan kuliner yang telah diakui secara nasional.(yayan/*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan