Soto Kudus: Kuah Bening Penuh Filosofi dan Tradisi
Soto Kudus Warisan Kuliner yang menggugah selera. Foto _ Net.--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Soto Kudus merupakan salah satu kuliner tradisional yang lahir dari kota Kudus, Jawa Tengah, dan hingga kini tetap digemari banyak orang. Sajian ini terkenal dengan kuah bening berwarna kekuningan, bumbu rempah yang harum, serta penyajian dalam mangkuk kecil yang khas.
Soto Kudus berbeda dengan jenis soto dari daerah lain karena tampil sederhana, namun menyimpan keunikan melalui rasa, filosofi, dan nilai budaya yang melekat pada setiap sendok kuahnya. Kehadiran soto Kudus tidak bisa dilepaskan dari sejarah Sunan Kudus dalam menyebarkan Islam. Pada masanya, masyarakat Kudus hidup berdampingan dengan umat Hindu yang sangat menghormati sapi.
Karena alasan itu, daging sapi tidak pernah digunakan sebagai bahan utama. Sebagai pengganti, masyarakat memilih ayam dan kerbau. Tradisi ini menjadi simbol toleransi yang diwariskan secara turun-temurun dan masih terjaga hingga sekarang.
Selain nilai toleransi, soto Kudus juga memuat pesan kesederhanaan. Mangkuk kecil yang digunakan bukan hanya soal penyajian, melainkan pengingat bahwa makanan tidak perlu berlebihan. Porsi yang secukupnya sudah cukup memberi rasa syukur dan kehangatan bagi siapa pun yang menyantapnya.
Setiap daerah di Indonesia memiliki versi sotonya masing-masing, tetapi Kudus menghadirkan perbedaan yang menonjol. Soto Lamongan dikenal dengan koya, soto Betawi dengan santan, sedangkan soto Kudus tetap mempertahankan kuah bening tanpa santan. Meski ringan, cita rasa yang dihasilkan tidak kalah kaya berkat perpaduan kunyit, bawang putih, kemiri, jahe, ketumbar, serta rempah segar lainnya.
Isian sederhana seperti suwiran ayam atau kerbau, tauge pendek, taburan bawang goreng, serta seledri segar menjadikannya lebih istimewa. Pelengkap berupa sate telur puyuh dan perkedel kecil semakin mempertegas identitasnya. Untuk membuat soto Kudus, ayam kampung biasanya menjadi pilihan utama karena menghasilkan kaldu yang lebih gurih dan tidak terlalu berminyak.
Ayam direbus hingga empuk, lalu digoreng sebentar agar rasanya lebih kuat sebelum disuwir tipis. Bumbu halus terdiri dari bawang merah, bawang putih, kemiri sangrai, kunyit bakar, jahe, ketumbar, dan merica. Bumbu ini ditumis bersama serai, daun salam, daun jeruk, serta lengkuas, kemudian dimasukkan ke dalam rebusan kaldu. Hasil akhirnya adalah kuah bening hangat dengan aroma rempah yang kuat.
Penyajiannya pun sederhana. Dalam mangkuk kecil, tauge rebus, suwiran ayam, dan taburan seledri disusun rapi, kemudian disiram kuah panas. Setelah itu, bawang goreng ditaburkan di atasnya. Hidangan dilengkapi dengan jeruk nipis, sambal rawit, sate telur puyuh, serta perkedel kentang yang gurih. Cara penyajian ini membuat orang bisa menikmatinya berulang kali tanpa merasa berlebihan.
Ada beberapa hal yang membuat soto Kudus terasa lebih istimewa. Pertama, pilih ayam kampung karena kaldu yang dihasilkan lebih alami dan gurih. Kedua, gunakan rempah segar agar aroma dan rasa lebih kuat dibandingkan bumbu instan. Ketiga, jangan lupakan pelengkap khas seperti sate telur puyuh dan perkedel mini karena justru itulah yang membedakan soto Kudus dari jenis soto lainnya.
Selain menggunakan ayam, masyarakat Kudus juga kerap membuat soto dengan daging kerbau. Rasanya lebih kuat dengan tekstur daging yang berbeda, tetapi kuah tetap dipertahankan bening. Di era sekarang, beberapa pedagang menambahkan variasi seperti bakso kecil, ceker ayam, hingga koya sederhana untuk menarik pelanggan. Meski demikian, versi tradisional dengan cita rasa klasik tetap menjadi favorit.
Soto Kudus kini tidak hanya bisa ditemui di kota asalnya. Banyak warung di Jakarta, Surabaya, hingga Bandung yang menjual hidangan ini. Cita rasanya yang ringan membuat soto Kudus diterima di berbagai daerah dan disukai oleh beragam kalangan. Di rumah makan khas Jawa Tengah, menu ini hampir selalu menjadi andalan karena cocok dinikmati kapan saja, baik pagi maupun malam hari.
Lebih dari sekadar makanan, soto Kudus adalah cerminan nilai budaya masyarakatnya. Ia menggambarkan toleransi, kesederhanaan, sekaligus kekayaan tradisi kuliner Nusantara. Dengan menyantap soto Kudus, seseorang seolah ikut merasakan kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun.
Dari segi gizi, soto Kudus pun terbilang lengkap. Protein berasal dari ayam atau kerbau, vitamin dari tauge dan seledri, serta karbohidrat dari perkedel atau nasi sebagai pendamping. Kuahnya yang ringan tanpa santan membuat hidangan ini lebih sehat dan cocok disantap oleh semua kalangan. Soto Kudus adalah bukti nyata bahwa kuliner tidak hanya soal rasa, tetapi juga menyimpan filosofi dan pesan moral.
Dari mangkuk kecil berisi kuah hangat, kita bisa belajar tentang toleransi, kesederhanaan, serta kekayaan budaya yang menjadi jati diri bangsa. Tidak heran jika di manapun tulisan “Soto Kudus” terpampang di sebuah warung, selalu ada dorongan untuk berhenti sejenak dan merasakan kehangatan kuliner penuh makna ini.(*/yayan)