Bukit Tangkiling, Harmoni Alam di Utara Palangkaraya

Wisata Bukit Tangkiling Palangkaraya. Foto ; Net.--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Kabut tipis yang menggantung di pagi hari perlahan sirna, memperlihatkan panorama hijau yang menghampar di Bukit Tangkiling. Dari kejauhan, Sungai Rungan berkelok dengan permukaan berkilau, sementara burung enggang melintas menembus langit biru, menambah kesan magis suasana pagi.
Perbukitan yang berada di utara Palangkaraya ini bukan sekadar bentang alam indah, melainkan juga ruang yang menyatukan ekosistem unik, batuan purba, serta tradisi masyarakat Dayak yang sarat makna. Tidak heran, kawasan ini kerap menjadi destinasi favorit para pejalan yang ingin sejenak menepi dari hiruk pikuk kota sekaligus menyerap energi spiritual khas Kalimantan.
Secara administratif, Bukit Tangkiling terletak di kawasan Tangkiling, sekitar 30 hingga 40 kilometer dari pusat Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Kawasan ini termasuk dalam Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling yang mencakup mosaik perbukitan granit dan hutan kerangas. Dari kota, perjalanan darat dengan mobil atau sepeda motor dapat ditempuh dalam waktu 45 hingga 60 menit.
Jalanan beraspal yang cukup mulus membuat akses relatif mudah, meski pada bagian akhir jalur menuju titik trekking harus melalui jalan desa. Area parkir dan pos tiket sudah tersedia di kaki bukit, meski moda transportasi umum menuju lokasi masih sangat terbatas. Pilihan terbaik adalah menyewa motor, taksi daring, atau mobil harian, terutama bagi rombongan kecil yang ingin perjalanan lebih praktis.
Keunikan Bukit Tangkiling terletak pada lanskap geologinya. Punggungan bukit terbentuk dari bongkahan granit besar yang usianya diperkirakan sudah sangat tua. Di antara celah-celah batu tersebut tumbuh hutan kerangas, yakni vegetasi khas Kalimantan yang mampu bertahan di tanah miskin unsur hara. Pohon-pohon berdaun kecil, liana yang menjalar, serta anggrek hutan yang menempel di batang menambah kekayaan hayati kawasan ini.
Pada beberapa titik lembap, kantong semar tumbuh subur, menjadi daya tarik tersendiri bagi pecinta botani. Tidak jarang, burung enggang melintas dengan suara khasnya, sementara kupu-kupu besar dan serangga tajuk menghiasi suasana setelah hujan.
Selain kekayaan hayati, Bukit Tangkiling juga menyimpan legenda yang hidup dalam ingatan masyarakat Dayak. Salah satu kisah yang paling dikenal adalah tentang Batu Banama, batu besar yang dipercaya merupakan perahu yang membatu. Cerita rakyat ini menjadi simbol keterikatan masyarakat Dayak dengan sungai dan alam. Tak heran, batu-batu besar di kawasan ini kerap dijadikan titik favorit wisatawan untuk berfoto dengan latar belakang hutan dan cakrawala terbuka.
Di sekitar bukit, terdapat pula peninggalan budaya Dayak berupa sandung (tempat menyimpan tulang), sapundu (tugu kayu ritual), dan balai basarah (balai pertemuan adat). Meski tidak semua area bisa diakses publik, keberadaan situs-situs ini menunjukkan bagaimana masyarakat Dayak menjaga hubungan spiritual dengan leluhur mereka. Para pengunjung diimbau untuk menghormati aturan adat, meminta izin sebelum memotret, dan menjaga kebersihan agar situs tersebut tetap lestari.
Bagi pecinta aktivitas luar ruang, jalur trekking di Bukit Tangkiling tergolong singkat hingga menengah, dengan waktu tempuh 30 hingga 90 menit sekali jalan, bergantung pada rute yang dipilih. Kontur jalur berupa tangga alami yang cukup menantang, terutama di musim hujan ketika tanah licin. Penggunaan sepatu trekking yang nyaman sangat disarankan. Jalur paling populer berawal dari pos pintu masuk Taman Wisata Alam, sementara jalur alternatif melalui desa biasanya dibuka komunitas lokal di musim tertentu.
Setibanya di puncak, pengunjung akan disuguhi panorama memikat: Sungai Rungan yang meliuk seperti pita perak di antara hamparan hutan hijau, serta siluet Kota Palangkaraya yang terlihat mungil dari kejauhan. Banyak wisatawan memilih duduk di atas batu datar untuk menyaksikan matahari terbit atau terbenam, mengabadikan momen lewat kamera, atau sekadar menikmati hembusan angin sambil bermeditasi.
Saat pagi, kicauan burung semakin menambah kesyahduan suasana, menjadikan tempat ini cocok bagi mereka yang ingin melakukan yoga, journaling, maupun sekadar menenangkan pikiran. Waktu terbaik berkunjung adalah pagi hari antara pukul 06.00 hingga 08.30, ketika satwa liar lebih aktif dan udara terasa lebih segar. Sore hari juga ideal karena suhu lebih nyaman serta langit menyuguhkan warna hangat.
Mengingat iklim Kalimantan yang cenderung panas dan lembap sepanjang tahun, wisatawan sebaiknya membawa air minum yang cukup, topi, tabir surya, serta jas hujan ringan bila datang pada musim penghujan. Meski jalurnya relatif aman, keselamatan tetap menjadi prioritas. Disarankan membawa tongkat trekking untuk menjaga keseimbangan, serta selalu berjalan di jalur resmi agar tidak merusak vegetasi rapuh. Kebiasaan sederhana seperti membawa kembali sampah, mengurangi kebisingan, dan tidak memetik flora liar akan sangat membantu menjaga kelestarian alam.
Bukit Tangkiling bukan sekadar destinasi wisata alam, melainkan ruang pembelajaran tentang harmoni antara manusia, budaya, dan lingkungan. Dari puncaknya, kita dapat merenungi bagaimana hutan kerangas yang tampak rapuh sesungguhnya mampu bertahan ketika dirawat dengan bijak. Di sanalah, di tengah bentang alam Kalimantan, pengunjung akan menemukan bukan hanya pemandangan indah, tetapi juga kesadaran baru tentang pentingnya menjaga warisan alam dan budaya.
Perjalanan singkat ke Bukit Tangkiling mengingatkan kita bahwa keindahan sejati tidak selalu berada jauh dari kota, kadang cukup selemparan batu dari keseharian, di sebuah bukit yang menyimpan kisah abadi.(yayan/*)