Danau Dendam Tak Sudah, Keindahan Alam Bengkulu yang Sarat Cerita
Pesona keindahan Sunrise di puncak Gunung Sumbing salah stau tempat untuk self healing di Jawa Tengah. Foto ; Net.--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Nama Danau Dendam Tak Sudah mungkin terdengar seperti judul sebuah film, namun sebenarnya, itulah nama danau yang berada di Kelurahan Dusun Besar, Kecamatan Singaran Pati, Kota Bengkulu. Danau ini dikenal tidak hanya karena keindahan alamnya yang memanjakan mata, tetapi juga karena kisah-kisah legenda dan mitos yang mengitarinya.
Cerita-cerita rakyat tersebut telah diwariskan dari generasi ke generasi, menjadikan danau ini bukan sekadar objek wisata alam, melainkan juga simbol budaya dan sejarah masyarakat Bengkulu. Salah satu legenda paling terkenal berkisah tentang pertarungan dua ekor buaya yang masing-masing berasal dari Bengkulu dan Lampung. Pertempuran itu terjadi di Sungai Musi, Palembang.
Dalam kisah tersebut, buaya Bengkulu berhasil memenangkan pertarungan, tetapi kehilangan ekornya sehingga dikenal sebagai buaya buntung. Karena marah dan terluka, buaya itu mengucapkan sumpah: siapa pun buaya dari Lampung yang datang ke wilayahnya tidak akan diberi makan. Sejak saat itu, wilayah tempat buaya buntung tinggal disebut Danau Dendam Tak Sudah.
Penduduk sekitar percaya bahwa buaya buntung tersebut masih hidup di danau hingga kini. Konon, makhluk itu muncul pada waktu-waktu tertentu, seperti menjelang Idulfitri. Saat itu, warga biasanya menghentikan berbagai aktivitas, termasuk memancing atau berdagang di sekitar danau. Ada pula keyakinan bahwa kemunculan buaya buntung menjadi pertanda datangnya bencana, meski hanya orang-orang tertentu yang dipercaya dapat melihatnya.
Selain kisah tentang buaya, legenda lain yang juga populer menceritakan kisah tragis dua sejoli yang cintanya tidak direstui oleh keluarga. Karena putus asa, pasangan itu memutuskan mengakhiri hidup dengan melompat ke dalam danau. Setelah kematian mereka, diyakini keduanya berubah menjadi lintah raksasa yang hidup di kedalaman danau, membawa dendam karena kisah cinta mereka yang berakhir pilu. Legenda ini menjadi simbol tentang cinta yang gagal dan perasaan sakit hati yang tak pernah usai.
Masih seputar kisah cinta yang berakhir duka, legenda lain mengisahkan tentang Esi Marliani, seorang gadis cantik jelita, dan Buyung, pemuda gagah yang menjadi kekasihnya. Hubungan mereka begitu mesra hingga membuat banyak orang iri, termasuk makhluk hutan di sekitar danau. Namun, seperti dua kisah sebelumnya, hubungan itu tidak direstui orang tua. Buyung akhirnya dijodohkan dengan Upik Leha, putri kepala suku dari kampung tetangga yang terkenal akan kecantikannya.
Di hari pernikahan Buyung dan Upik Leha, Esi yang patah hati menangis sejadi-jadinya hingga air matanya membanjiri desa mereka. Air mata kesedihan itu kemudian membentuk genangan besar yang dipercaya menjadi asal mula Danau Dendam Tak Sudah.
Di luar kisah-kisah mistis tersebut, ada pula versi lain yang dianggap lebih masuk akal. Menurut cerita, danau ini awalnya adalah proyek bendungan yang dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk menampung air dan mencegah banjir di wilayah sekitarnya. Namun, proyek itu tidak pernah selesai hingga masa penjajahan berakhir. Dari situlah muncul sebutan “Dam Tak Sudah” yang kemudian berkembang dalam pelafalan masyarakat menjadi “Dendam Tak Sudah.”
Sementara itu, para ahli geologi berpendapat bahwa Danau Dendam Tak Sudah terbentuk akibat aktivitas vulkanik dari gunung berapi di masa lampau. Seiring waktu, kawasan ini kemudian ditetapkan sebagai cagar alam oleh pemerintah kolonial dan diperluas oleh Pemerintah Indonesia. Kini, total luas cagar alam mencapai sekitar 557 hektare, dengan danau seluas kurang lebih 67 hektare di dalamnya.
Keunikan lain dari Danau Dendam Tak Sudah adalah letaknya yang sangat strategis. Tidak seperti kebanyakan cagar alam lain yang berada jauh di pedalaman, danau ini hanya berjarak sekitar lima kilometer dari pusat Kota Bengkulu dan berada tepat di pinggir jalan utama. Akses menuju lokasi pun mudah dijangkau dengan berbagai moda transportasi, menjadikannya destinasi wisata alam yang praktis untuk dikunjungi wisatawan.
Selain panorama danau yang menenangkan, kawasan ini juga menyimpan keanekaragaman flora dan fauna yang menarik. Di antara tumbuhan yang tumbuh di area ini terdapat anggrek pensil yang dijuluki “Ratu Anggrek”, anggrek matahari, kantong semar, plawi, bakung, gelam, serta ambacang rawa. Sementara dari sisi fauna, terdapat berbagai satwa liar seperti kera ekor panjang, lutung, burung kutilang, babi hutan, ular piton, serta ikan langka seperti ikan kebakung dan ikan palau yang hidup di perairan danau.
Wisatawan yang datang dapat menikmati beragam aktivitas, mulai dari memancing, menjelajahi danau dengan perahu, hingga berjalan santai di jalur konservasi sambil menikmati udara segar. Pemandangan matahari terbit dan tenggelam di atas permukaan danau menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Sambil menikmati suasana tenang, wisatawan bisa menyeruput secangkir kopi panas atau menikmati kelapa muda yang dijual oleh pedagang di sekitar danau.
Mitos dan legenda yang melingkupi Danau Dendam Tak Sudah memang menambah aura mistisnya, namun di balik itu semua, danau ini menawarkan keindahan alam yang menenangkan dan memikat. Siapa pun yang berkunjung akan disuguhi pemandangan alami yang memesona, sekaligus kisah-kisah menarik yang menjadi bagian dari warisan budaya masyarakat Bengkulu. Tak ada salahnya jika saat mengunjungi danau ini, Anda menyiapkan kamera untuk mengabadikan setiap momen istimewa di tempat yang penuh misteri, sejarah, dan keindahan abadi ini.(yayan/*)