Rusaknya Ekologi Sumatra Tersingkap Usai Banjir Bandang
Penyebab Banjir Besar Sumatera: Siklon dan Minim Resapan--
RADARLAMBARBACAKORAN.CO- Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda wilayah Sumatra bagian utara akibat pengaruh Siklon Tropis Senyar menjadi peringatan keras terhadap kondisi ekologi yang semakin rapuh. Kerusakan masif di daerah aliran sungai, kawasan perbukitan, serta area rawan lainnya menunjukkan bahwa daya dukung lingkungan di Sumatra berada dalam tahap kritis akibat tekanan industri ekstraktif yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Koalisi lingkungan yang tergabung dalam JustCOP menilai bencana tersebut bukan hanya hasil cuaca ekstrem, tetapi akumulasi kerusakan ekosistem yang sudah lama terjadi. Anomali iklim di Selat Malaka yang memicu pembentukan siklon tropis menjadi bukti bahwa krisis iklim semakin nyata, sementara kerusakan hutan dan bukaan lahan memperburuk kerentanan masyarakat di berbagai wilayah terdampak.
Berbagai lembaga lingkungan menilai dampak banjir bandang di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh sebenarnya dapat diminimalkan apabila pemerintah dan perusahaan mengevaluasi setiap izin dan kegiatan yang berkaitan dengan pembukaan hutan secara transparan. Banyaknya korban jiwa dianggap harus menjadi dasar bagi pemerintah untuk meninjau ulang berbagai proyek dan konsesi yang menyebabkan hilangnya fungsi-fungsi lindung ekosistem.
Berdasarkan laporan BNPB, jumlah korban jiwa telah melampaui empat ratus orang, sementara lebih dari empat ratus lainnya belum ditemukan. Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Kota Sibolga menjadi wilayah paling terdampak. Kawasan Batang Toru yang dikenal memiliki kekayaan biodiversitas tinggi kini dikepung berbagai proyek ekstraktif mulai dari pertambangan emas, pembangkit listrik, hingga perkebunan skala besar.
Data menunjukkan sebagian besar konsesi industri tumpang-tindih dengan kawasan ekosistem Batang Toru serta hutan lindung di sekitarnya. Pembukaan lahan yang terus meluas, termasuk rencana pembangunan fasilitas penampung limbah di hulu DAS, dinilai berpotensi memperparah kerusakan hidrologi wilayah tersebut. Sejumlah organisasi lingkungan mendorong dilakukannya audit menyeluruh atas seluruh aktivitas ekstraktif di lanskap Batang Toru.
Analisis berbagai lembaga menunjukkan deforestasi meningkat drastis sepanjang tahun terakhir, dipicu penambangan dan perluasan perkebunan sawit yang kini mencapai puluhan juta hektare di seluruh Sumatra. Perubahan fungsi hutan menjadi jalur logistik, permukiman, dan area industri menyebabkan kemampuan alam dalam menahan air semakin melemah. Selain itu, kebijakan perizinan hutan yang semakin longgar turut memperburuk kerusakan daerah aliran sungai.
Hingga November 2025, tercatat ratusan izin penggunaan kawasan hutan telah dikeluarkan, dengan luas mencapai puluhan ribu hektare. Banyak di antaranya berlokasi di wilayah yang sebelumnya memiliki fungsi lindung. Kondisi ini memperlihatkan bahwa tekanan industri terhadap kawasan hutan di Sumatra telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan dan membutuhkan penataan ulang secara menyeluruh.