Khamenei Tegaskan Iran Siap Membalas Jika Diserang oleh AS

Kamis 03 Apr 2025 - 10:14 WIB
Reporter : Nopriadi
Editor : Nopriadi

Radarlambar.bacakoran.co - Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyampaikan peringatan keras mengenai ancaman militer yang datang dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada Senin (31/3/2025). Khamenei menegaskan bahwa jika Iran diserang, negara tersebut akan memberikan balasan yang kuat. Pernyataan ini datang setelah Trump mengeluarkan ancaman terhadap Iran terkait program nuklirnya.

Ancaman Trump, yang disampaikan dalam wawancara pada 29 Maret 2025, menyebutkan kemungkinan pemboman terhadap Iran jika negara itu gagal mencapai kesepakatan mengenai program nuklirnya. Trump juga mengancam akan mengenakan "tarif sekunder" terhadap Iran, meskipun ia tidak menjelaskan secara rinci apakah ancaman tersebut mencakup serangan udara dari AS atau melibatkan operasi militer yang mungkin melibatkan Israel.

Sejak Januari 2025, Trump melanjutkan kebijakan "tekanan maksimum" terhadap Iran, yang sudah dimulai pada masa pemerintahannya yang pertama. Salah satu langkah utama dalam kebijakan ini adalah menarik AS dari perjanjian nuklir tahun 2015 dan memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Iran. Kebijakan ini muncul setelah tuduhan dari negara-negara Barat, termasuk AS, yang mengklaim bahwa Iran berusaha mengembangkan senjata nuklir. Namun, Iran dengan tegas membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa program nuklir mereka semata-mata untuk tujuan damai.

Pada Maret 2025, Trump juga mengirimkan surat kepada Khamenei yang menyerukan perundingan nuklir, tetapi dengan peringatan adanya kemungkinan tindakan militer jika Iran menolak untuk bernegosiasi. Iran menanggapi surat tersebut melalui Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi, yang menyatakan bahwa Iran tidak akan terlibat dalam negosiasi langsung di bawah ancaman, namun tetap terbuka untuk perundingan tidak langsung melalui perantara, seperti Oman. Oman sendiri memiliki peran penting sebagai penghubung diplomatik antara AS dan Iran, terutama setelah hubungan diplomatik kedua negara terputus pada tahun 1979.

Khamenei juga menegaskan dalam pidatonya bahwa Iran memimpin "poros perlawanan" di kawasan Timur Tengah, yang mencakup kelompok-kelompok seperti Hamas di Palestina, Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman, dan berbagai kelompok bersenjata di Irak. Ia mengkritik Israel sebagai satu-satunya "kekuatan proksi" di kawasan tersebut dan kembali menegaskan seruannya untuk membasmi negara itu. Iran sendiri tidak mengakui eksistensi Israel dan secara konsisten menyuarakan penentangan terhadap kebijakan negara tersebut yang dianggap sebagai sekutu utama AS di kawasan.

Ketegangan antara Iran dan AS semakin meningkat, dengan ancaman militer yang saling dilontarkan kedua belah pihak. Sementara itu, Iran terus menegaskan bahwa program nuklir mereka adalah untuk keperluan damai dan bukan untuk pengembangan senjata nuklir, meskipun sanksi dan tekanan internasional terus dilancarkan terhadap mereka. (*)

Kategori :