Jejak Kodam Dari Gagasan Nasution Hingga Pilar Pertahanan Indonesia

Sabtu 12 Apr 2025 - 19:06 WIB
Reporter : Rinto Arius

Radarlambar.bacakoran.co - Kodam, atau Komando Daerah Militer, merupakan tulang punggung sistem pertahanan teritorial Indonesia yang eksistensinya tetap dijaga hingga hari ini. Keberadaan struktur ini tak lepas dari gagasan jenius seorang tokoh militer legendaris, Abdul Haris Nasution, yang sejak masa awal kemerdekaan telah memikirkan cara terbaik mempertahankan Indonesia dari berbagai potensi ancaman, baik dari dalam maupun luar negeri.

Gagasan awal mengenai sistem pertahanan teritorial ini mulai berkembang sejak akhir 1940-an. Kala itu, Nasution merancang bentuk pertahanan rakyat semesta yang berakar pada sistem militer distrik, seperti Komando Distrik Militer (KDM) dan Komando Onder Distrik Militer (KODM). Gagasannya semakin matang ketika ia mempelajari strategi pertahanan negara-negara lain yang mengalami perang gerilya, terutama Yugoslavia.

Pada 1950, struktur militer Indonesia mulai dibentuk berdasarkan wilayah dengan nama Tentara dan Teritorium (TT). Awalnya ada tujuh TT yang mencakup berbagai pulau besar di Indonesia. Wilayah yang luas dan beragam, seperti TT VII Wirabuana, mencakup Sulawesi, Maluku, Bali, Nusa Tenggara hingga Papua—walau saat itu Papua masih di bawah kendali Belanda. Sementara TT III Siliwangi, yang mencakup Jawa Barat, Banten, dan Jakarta Raya, menjadi salah satu wilayah dengan personel terbanyak, mencapai 55 ribu orang.

Namun dinamika politik dan militer dalam negeri tidak selalu berjalan mulus. Pada akhir 1950-an, pemerintah pusat menghadapi tantangan dari dalam tubuh militer sendiri. 

Sejumlah perwira daerah mendirikan dewan-dewan militer yang berpotensi memecah kedaulatan negara. Menyikapi hal ini, Nasution mengambil langkah strategis dengan mereformasi struktur teritorial militer. Dari yang semula hanya tujuh, wilayah pertahanan dipecah menjadi enam belas Kodam.

Langkah ini sekaligus menjadi upaya untuk meredam pemberontakan bersenjata seperti PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) dan Permesta.

 Kodam baru dibentuk dari pemecahan wilayah bergolak, termasuk Kodam 17 Agustus untuk wilayah Sumatera Barat dan Riau, serta Kodam Merdeka di Sulawesi utara dan tengah. 

Penamaan Kodam kala itu bukan sekadar administratif, namun juga sarat makna historis dan politis mulai dari nama pahlawan nasional seperti Pattimura dan Hasanuddin, hingga nama operasi militer penting seperti 17 Agustus dan Merdeka.

Seiring berjalannya waktu, Kodam menjadi bagian penting dalam kehidupan militer dan sipil Indonesia. Di masa Orde Baru, fungsinya bahkan meluas hingga ke ranah politik. Kodam, bersama Korem, Kodim, Koramil dan Babinsa, menjadi instrumen penting dalam menggalang kekuatan politik lokal, mengamankan pemilu, dan menjaga stabilitas pemerintahan.

Kodam tidak hanya hadir sebagai simbol kekuatan militer, tetapi juga menjadi penghubung antara pusat dan daerah. Babinsa—yang berada di tingkat paling bawah dari struktur ini—memegang peranan strategis dalam menjaga ketertiban dan keamanan desa. Banyak dari mereka adalah veteran tempur yang kembali ke kampung halaman untuk menjaga masyarakat dari dalam, bukan hanya lewat senjata, tapi juga dengan pendekatan sosial dan budaya.

Pada 1985, di bawah kepemimpinan Jenderal L.B. Moerdani, jumlah Kodam sempat dirampingkan dari enam belas menjadi sepuluh. Namun setelah reformasi 1998 dan perubahan struktur militer nasional, jumlah Kodam bertambah kembali. Biasanya, Kodam yang dihidupkan kembali tetap memakai nama lama namun dengan sistem penomoran baru.

Struktur Kodam saat ini masih dipertahankan karena dinilai sebagai sistem yang efektif dalam menjaga pertahanan teritorial Indonesia. Wacana pembubaran Kodam yang sempat mencuat di era reformasi tidak pernah benar-benar terlaksana. Bahkan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, muncul Kodam baru di Papua Barat dengan nama Kodam XVIII/Kasuari, menandakan bahwa peran Kodam dalam pertahanan wilayah tetap vital di mata negara.

Dari masa ke masa, Kodam telah membuktikan diri bukan hanya sebagai alat pertahanan negara, tapi juga sebagai instrumen stabilitas sosial-politik di Indonesia. Warisan Nasution ini kini menjadi fondasi pertahanan teritorial yang terus diperkuat, menyesuaikan diri dengan tantangan zaman—baik dari segi ancaman militer, geopolitik, maupun kebutuhan masyarakat.

Dengan sejarah yang panjang dan peran strategis yang terus berlanjut, Kodam akan tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari narasi pertahanan dan keamanan bangsa Indonesia. (*/rinto)

Kategori :