PAGARDEWA - Dinas Kehutanan Provinsi Lampung melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) II Liwa Lampung Barat, melakukan pengecekan terhadap keberadaan alat berat ekskavator milik Wakil Ketua DPRD Lampung Barat, Sutikno, Senin (19/5/2025). Alat berat tersebut menjadi sorotan warga karena diduga beroperasi di kawasan Hutan Lindung Register 43B, tepatnya di Pekon Sidomulyo, Kecamatan Pagardewa.
Kepala Seksi Perlindungan dan Pengaman Hutan UPT KPH Liwa KPH II Liwa Rizal Tias, menjelaskan hasil pemeriksaan di lapangan menunjukkan bahwa ekskavator tersebut berada di dalam wilayah konservasi tepatnya sekitar 10 kilometer di dalam kawasan Suaka Margasatwa.
Wilayah ini berada di bawah pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan, berbeda dengan kawasan Register 43B yang menjadi wilayah pengelolaan Dishut Provinsi Lampung melalui KPH Liwa.
"Lokasi alat berat tersebut berada di dalam kawasan yang menjadi tanggung jawab BKSDA, bukan Register 43B," tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Sutikno menyampaikan klarifikasi. Ia mengakui bahwa lokasi yang menjadi persoalan pernah masuk dalam wilayah Register 43B Krui Selatan. Namun, seiring dengan pembentukan Kecamatan Sekincau saat Damro Alamsyah menjabat camat, status wilayah tersebut mengalami perubahan.
Sebagai Penjabat Peratin Pekon Sidomulyo saat itu, Sutikno mengaku turut terlibat dalam proses administratif pendefinitifan pekon yang dilakukan berdasarkan arahan pemerintah kabupaten. Proses ini melibatkan penyusunan dokumen yang diajukan melalui camat, Dinas Pemerintahan Desa, dan Asisten I yang saat itu dijabat Sarlanudin.
Walaupun sempat tertunda karena keterbatasan waktu, Pemkab Lampung Barat kemudian memanggilnya kembali untuk mempercepat persiapan pemekaran wilayah.
Mengenai keberadaan lahan yang diklaim masih masuk kawasan Register 43B, Sutikno mengungkapkan bahwa Asisten I telah memberikan penegasan bahwa tanggung jawab wilayah tersebut berada pada pemerintah kabupaten, yang juga tercantum dalam surat keputusan pendefinitifan dan peta wilayah adat.
Ia juga menyebutkan telah dilakukan proses tukar guling lahan (inklaap) antara Pekon Sidomulyo dan Pekon Pelitajaya di Kabupaten Pesisir Barat, yang disertai pembayaran oleh warga sebesar Rp400 ribu per kapling.
"Sesuai dengan prosedur administratif yang telah dilalui, masyarakat merasa berhak memanfaatkan lahan tersebut," ujar Sutikno.
Ia mengaku terkejut dengan munculnya polemik ini dan menyatakan kesediaannya untuk memberikan klarifikasi secara terbuka agar tidak terjadi kesalahpahaman. (rinto/nopri)