Radarlambar.bacakoran.co - Selama masa kampanye, Donald Trump berjanji akan mengakhiri konflik yang berlangsung antara Rusia dan Ukraina. Namun, sejak kembali menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat lima bulan lalu, Trump menghadapi berbagai tantangan dalam meyakinkan kedua belah pihak untuk menyetujui gencatan senjata.
Baru-baru ini, Trump mengadakan percakapan telepon selama dua jam dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Ini merupakan diskusi ketiga yang diakui secara publik sejak Januari, dan pembicaraan tersebut diharapkan dapat menghasilkan kesepakatan gencatan senjata. Namun, kesepakatan itu belum tercapai.
Trump sebelumnya menegaskan pentingnya keterlibatan pribadi dalam mediasi, tetapi dalam pembicaraan terakhir ia menarik diri sebagai mediator dan menyatakan bahwa negosiasi sebaiknya dilakukan secara langsung antara Rusia dan Ukraina. Ia juga mengusulkan Vatikan sebagai lokasi potensial untuk perundingan perdamaian, dengan alasan tempat tersebut dapat menambah makna dan dorongan bagi proses diplomasi.
Dalam pertemuan tersebut, kedua pemimpin mengonfirmasi bahwa diskusi berlangsung secara produktif. Putin menyatakan dukungannya terhadap penyelesaian damai dan menggarisbawahi perlunya merumuskan cara-cara efektif untuk mencapai perdamaian. Rusia bersedia bekerja sama dengan Ukraina untuk menyusun sebuah memorandum yang menguraikan perjanjian perdamaian, termasuk prinsip-prinsip dan jadwalnya. Namun, Putin menekankan bahwa beberapa isu mendasar harus diselesaikan terlebih dahulu.
Percakapan ini terjadi setelah perundingan langsung pertama antara Rusia dan Ukraina dalam lebih dari dua tahun, yang berlangsung di Istanbul. Meski tidak berhasil mencapai gencatan senjata, kedua pihak sepakat untuk melakukan pertukaran tahanan. Namun, tuntutan Rusia agar Ukraina meninggalkan ambisi bergabung dengan NATO dan menarik pasukannya dari wilayah yang sebagian diduduki Rusia masih ditolak oleh Ukraina.
Meskipun Trump mendesak adanya pembicaraan segera, pihak Moskow tidak menunjukkan rasa urgensi. Juru bicara Kremlin menyatakan bahwa tidak ada tenggat waktu yang ditetapkan dan menegaskan pentingnya menangani setiap hal secara detail.
Para pengamat mencatat bahwa pembicaraan tersebut belum menghasilkan kemajuan yang signifikan, namun Putin meyakini bahwa AS memiliki pengaruh yang dapat membantu penyelesaian konflik.
Trump menyatakan kemungkinan mundur dari proses mediasi dengan alasan adanya "ego yang besar" dalam negosiasi tersebut, namun tetap berharap kemajuan dapat dicapai. Dalam pertemuan, Putin menawarkan kesepakatan perdagangan yang meliputi akses ke mineral tanah jarang dari wilayah Ukraina yang diduduki Rusia. Trump juga menyinggung peluang rekonstruksi dan peningkatan perdagangan antara kedua negara setelah tercapainya gencatan senjata.