PPATK Ungkap Ratusan Penerima Bansos Terkait Pendanaan Terorisme dan Judi Online

Jumat 11 Jul 2025 - 15:39 WIB
Reporter : Edi Prasetya
Editor : Edi Prasetya

Radarlambar.bacakoran – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap temuan serius terkait integritas data penerima bantuan sosial (bansos) di Indonesia. Berdasarkan hasil analisis yang disampaikan kepada parlemen, lembaga intelijen keuangan negara ini menemukan bahwa ratusan keluarga penerima manfaat (KPM) bansos terindikasi terlibat dalam aktivitas pendanaan terorisme. Selain itu, ratusan ribu penerima lainnya juga tercatat melakukan transaksi terkait perjudian daring (judi online/judol).

Ketua PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan informasi ini dalam forum resmi di Gedung DPR pada Kamis, 10 Juli 2025. Ia mengonfirmasi bahwa lembaganya telah melakukan pencocokan antara data Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima bansos yang diperoleh dari Kementerian Sosial (Kemensos) dengan basis data rekening mencurigakan yang terafiliasi pada aktivitas ilegal.

Dari hasil pemadanan tersebut, lebih dari 100 NIK penerima bansos diketahui terhubung dengan jaringan pendanaan terorisme. Temuan ini menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem penyaringan penerima bansos, khususnya terkait verifikasi latar belakang calon penerima bantuan negara.

Selain masalah pendanaan terorisme, PPATK juga menemukan bahwa lebih dari setengah juta KPM bansos diduga terlibat dalam praktik judi online. Ivan menyebut bahwa terdapat sekitar 571.410 NIK penerima bansos yang identik dengan NIK para pelaku transaksi judi online, sebagaimana terekam dalam basis data PPATK.

Temuan ini selaras dengan hasil pengecekan internal Kemensos. Menteri Sosial Saifullah Yusuf alias Gus Ipul menjelaskan bahwa lembaganya telah melakukan pencocokan terhadap 28,4 juta data NIK penerima bansos dengan 9,7 juta data individu yang terlibat dalam transaksi judi online berdasarkan data PPATK. Hasilnya, sekitar dua persen dari total penerima bansos diketahui memiliki keterlibatan dalam aktivitas perjudian daring.

Nilai transaksi yang tercatat pun mengejutkan. PPATK menyebutkan bahwa jumlah total transaksi terkait judi online dari kalangan penerima bansos mencapai hampir Rp1 triliun, atau tepatnya sekitar Rp957 miliar. Jumlah tersebut berasal dari sekitar 7,5 juta transaksi yang dianalisis oleh tim PPATK.

Kementerian Sosial merespons temuan ini dengan menyatakan komitmennya untuk mengevaluasi ulang seluruh sistem distribusi bantuan sosial. Menteri Sosial menegaskan bahwa data penerima bansos akan terus diperbarui dan disandingkan dengan data dari berbagai lembaga, termasuk PPATK, demi meningkatkan ketepatan sasaran dan mencegah penyalahgunaan dana publik.

Pemerintah juga mulai mempertimbangkan mekanisme pengawasan baru, termasuk pelibatan perbankan dan otoritas keuangan lainnya dalam proses verifikasi dan pelacakan aktivitas rekening calon penerima bansos. Proses integrasi data antar lembaga disebut menjadi kunci untuk mencegah pemberian bantuan negara kepada individu yang terlibat dalam aktivitas ilegal.

Temuan PPATK ini menimbulkan keprihatinan serius terkait efektivitas dan integritas sistem bansos nasional. Bansos yang semestinya menjadi jaring pengaman sosial bagi warga miskin dan rentan, justru dinikmati sebagian oleh individu yang terlibat dalam tindakan yang merugikan negara dan masyarakat luas, termasuk tindak pidana terorisme, perjudian daring, dan dugaan korupsi.

Kasus ini menegaskan pentingnya reformasi struktural dalam tata kelola bantuan sosial di Indonesia. Selain penguatan sistem verifikasi dan pemadanan data, diperlukan juga sistem sanksi dan pemulihan yang tegas terhadap penyalahgunaan. Pemerintah didesak tidak hanya mencabut hak bansos bagi penerima yang terbukti menyalahgunakan bantuan, tetapi juga mendorong langkah hukum terhadap aktivitas kriminal yang terhubung dengan mereka.(*)

Kategori :