Radarlambar.bacakoran.co – Harga minyak mentah dunia kembali bergerak melemah di tengah kekhawatiran pasar atas meningkatnya ketegangan perdagangan global dan ketidakpastian arah suku bunga Amerika Serikat. Perdagangan Kamis pagi (10/7/2025) mencatat pelemahan tipis harga minyak, namun tetap mencerminkan tekanan yang signifikan dari dinamika geopolitik dan kebijakan ekonomi global.
Berdasarkan data terbaru dari Refinitiv pada pukul 09.30 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak September dibuka di level US$70,06 per barel dan ditutup sedikit naik di US$70,13. Meski demikian, angka ini masih berada di bawah posisi sehari sebelumnya yang tercatat US$70,19. Sementara itu, minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) turun dari US$68,38 menjadi US$68,28 per barel.
Pelemahan harga ini sebagian besar dipicu oleh keputusan politik Amerika Serikat yang kembali memanas. Presiden Donald Trump dikabarkan memperluas kebijakan tarif dagangnya dengan ancaman penerapan bea masuk sebesar 50% terhadap Brasil, memperburuk relasi antara kedua negara. Ketegangan ini dipicu oleh perselisihan antara Trump dan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva.
Sebelumnya, pemerintah AS telah mengumumkan rencana pengenaan tarif tambahan terhadap sejumlah komoditas strategis, seperti tembaga, semikonduktor, dan produk farmasi. Langkah ini dinilai memperburuk iklim perdagangan internasional dan memicu kekhawatiran investor atas prospek perlambatan ekonomi global. Ketidakpastian bertambah ketika Washington juga mengirimkan pemberitahuan kebijakan tarif kepada lebih dari selusin negara lain, termasuk Korea Selatan, Jepang, Filipina, dan Irak.
Dari sisi kebijakan moneter, hasil rapat Federal Reserve menunjukkan bahwa sebagian besar pejabat bank sentral AS masih berhati-hati dalam mengambil langkah pelonggaran suku bunga. Meskipun ada tekanan dari pelaku pasar, The Fed memilih menunggu sinyal yang lebih kuat bahwa inflasi telah benar-benar terkendali sebelum menurunkan suku bunga acuan.
Kondisi ini menimbulkan ekspektasi bahwa tingkat suku bunga tinggi akan bertahan hingga akhir 2025. Bagi pasar minyak, tren ini bukanlah kabar baik. Biaya pinjaman yang tinggi biasanya memperlambat pertumbuhan ekonomi, yang pada gilirannya menekan permintaan energi global.
Meski tekanan dari sisi makroekonomi cukup kuat, penurunan harga minyak tidak berlangsung tajam. Data mingguan dari Energy Information Administration (EIA) mengindikasikan permintaan bensin yang tetap solid. Selama sepekan terakhir, konsumsi bensin di Amerika Serikat meningkat 6% menjadi 9,2 juta barel per hari, seiring puncaknya musim panas yang mendorong mobilitas masyarakat.
Dari sisi global, aktivitas penerbangan juga menunjukkan tren positif. Laporan JP Morgan mengungkapkan bahwa rata-rata jumlah penerbangan harian selama delapan hari pertama bulan Juli mencapai 107.600 kali, angka tertinggi sepanjang sejarah. Di China, lalu lintas udara juga mengalami lonjakan tertinggi dalam lima bulan terakhir. Indikator-indikator logistik dan pelabuhan pun mencerminkan ekspansi perdagangan yang terus berjalan.
JP Morgan memperkirakan bahwa permintaan minyak dunia akan tetap tumbuh sehat, dengan proyeksi kenaikan sekitar 970 ribu barel per hari, hampir menyentuh target tahunan sebesar 1 juta barel per hari. Dengan data tersebut, potensi pemulihan harga tetap terbuka, meski harus melewati tantangan geopolitik dan ekonomi makro yang masih membayangi pasar. (*/rinto)