RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – Harapan besar atas kehadiran Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) di Desa Pucangan, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, kandas hanya sehari setelah diresmikan. Penyebabnya adalah keretakan hubungan kerja sama dengan mitra utama, yakni Manajemen Perekonomian Pondok Pesantren Sunan Drajat, yang secara tiba-tiba menarik seluruh dukungan mereka.
Pembukaan koperasi yang sejatinya dirancang sebagai gerai sembako untuk menopang perekonomian lokal justru berubah menjadi blunder besar. Sebelumnya, koperasi ini sempat mendapatkan perhatian nasional karena diluncurkan langsung oleh Presiden RI Prabowo Subianto. Namun, situasi internal yang tidak terkelola dengan baik menimbulkan kekecewaan dari pihak mitra, hingga mereka memutuskan menarik seluruh barang dan membatalkan kontrak secara sepihak.
Langkah pemutusan kerja sama ini ditandai dengan terbitnya surat resmi bernomor 002/032/Perkom-PPSD/VII/2025 dari manajemen pesantren. Barang-barang yang sebelumnya telah disuplai untuk Gerai KDMP langsung dikosongkan dan dipindahkan ke gerai lain milik mitra tersebut.
Kepala Desa Pucangan, yang juga menjabat sebagai pengawas KDMP, menyatakan penyesalannya atas insiden ini. Ia mengakui adanya kekeliruan komunikasi yang terjadi saat acara peluncuran, di mana dirinya menyampaikan sambutan secara spontan karena tidak direncanakan untuk berbicara. Situasi tersebut membuat penyampaian tidak maksimal dan menimbulkan ketidaknyamanan dari pihak mitra.
Padahal, sejak awal pembentukan gerai sembako hingga transformasi menjadi koperasi, seluruh dukungan datang dari pihak Pondok Pesantren Sunan Drajat. Tidak ada pihak lain yang memberikan bantuan serupa, baik dari sisi logistik maupun manajerial. Bahkan, hubungan kerja sama ini telah berlangsung lebih dari satu tahun, dengan kontribusi nyata terhadap perputaran ekonomi desa.
Awalnya, kerja sama antara pihak desa dan pesantren hanya dalam bentuk toko serba ada (toserba). Namun setelah adanya instruksi presiden (Inpres) mengenai penguatan koperasi desa, model kemitraan tersebut dialihkan menjadi bentuk koperasi resmi.
Pemerintah desa menyadari bahwa keterlibatan pesantren sangat vital dalam menopang kegiatan ekonomi masyarakat Pucangan. Oleh karena itu, mereka berharap relasi yang telah terjalin dapat diperbaiki dan kembali dilanjutkan, demi keberlanjutan perekonomian mandiri di tingkat desa.
Kegagalan ini menjadi pelajaran penting bagi pengelola koperasi desa agar lebih berhati-hati dalam menjalin komunikasi dan membangun sinergi dengan mitra strategis. Selain itu, kasus ini juga memperlihatkan betapa rentannya sebuah program ekonomi rakyat jika tidak ditopang oleh pengelolaan profesional dan koordinasi yang matang antar pihak. (*/rinto)