Jepang Hadapi Krisis Demografi, PNS Akan Bekerja Empat Hari dalam Sepekan Mulai April
Jepang Hadapi Krisis Demografi, PNS Akan Bekerja Empat Hari dalam Sepekan Mulai April. Foto/Net --
Radarlambar.bacakoran.co - Pemerintah Jepang, khususnya di Tokyo, mengumumkan kebijakan baru yang mengharuskan pegawai negeri untuk bekerja hanya empat hari dalam seminggu, yang akan mulai diterapkan pada April 2024. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mendukung para ibu bekerja serta meningkatkan tingkat kelahiran yang semakin menurun.
Menurut laporan dari CNN International, kebijakan ini memberikan pegawai negeri di Tokyo tiga hari libur setiap pekannya. Selain itu, orang tua yang memiliki anak di kelas satu hingga tiga SD juga akan diberi pilihan untuk pulang lebih awal, meskipun dengan pengurangan sebagian gaji.
Gubernur Tokyo, Yuriko Koike, menjelaskan bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk memberikan fleksibilitas dalam pola kerja, mengingat kondisi sulit yang dihadapi oleh masyarakat Jepang. "Ini adalah waktu yang tepat untuk melindungi dan meningkatkan kualitas hidup serta ekonomi masyarakat Tokyo," ujarnya dalam pidato pada Sabtu (7/12/2024).
Jepang tengah menghadapi penurunan jumlah kelahiran yang mencapai angka terendah sepanjang sejarah pada Juni 2024. Tahun lalu, negara ini mencatatkan hanya 727.277 kelahiran dengan tingkat fertilitas hanya 1,2 anak per perempuan, jauh dari angka ideal 2,1 yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan populasi.
Pemerintah Jepang terus mengupayakan kebijakan untuk mengatasi masalah demografi ini, seperti mendorong lebih banyak pria untuk mengambil cuti ayah dan memperbaiki kondisi kerja. Namun, sosiolog menyebutkan bahwa budaya kerja keras di Jepang, yang sering kali menuntut jam kerja panjang, menjadi salah satu penyebab rendahnya angka kelahiran. Banyak pekerja, terutama wanita, harus memilih antara berkarier atau membesarkan keluarga karena budaya lembur yang dominan.
Sistem kerja empat hari ini mendapat perhatian di berbagai negara Barat yang mulai bereksperimen dengan jam kerja lebih pendek untuk menciptakan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Beberapa studi menunjukkan bahwa kebijakan ini bisa meningkatkan produktivitas dan kualitas hidup pekerja.
Meski demikian, kebijakan ini masih dianggap radikal di Jepang, yang memiliki budaya kerja yang sangat mengutamakan loyalitas kepada perusahaan. Tokyo bukanlah satu-satunya yang menerapkan kebijakan fleksibel; sebelumnya, Singapura juga mengeluarkan panduan baru untuk meningkatkan fleksibilitas di tempat kerja.(*)