Ini Penekanan Peratin Anilah Terhadap Peran Aparat Pekon
Peratin Sidodadi Anilah Rahmayanti--
PAGARDEWA - Menjadi abdi negara yang berhubungan langsung dengan masyarakat bukanlah tugas yang mudah. Sebagai perpanjangan tangan pemerintah di tingkat paling dasar, aparatur pekon menghadapi beragam tantangan yang kompleks.
Hal ini diungkapkan oleh Peratin Sidodadi, Kecamatan Pagardewa, Kabupaten Lampung Barat (Lambar), Anilah Rahmayanti, yang dengan jujur membagikan pengalamannya sebagai seorang pemimpin pekon.
Dalam tugasnya sehari-hari, Anilah harus menghadapi berbagai tekanan, mulai dari aturan-aturan yang semakin ketat hingga pengawasan yang tiada henti. "Aparatur pemerintah pekon semakin terhimpit oleh persyaratan-persyaratan, terkepung oleh aturan-aturan dari pusat dan daerah, serta dihantam oleh berbagai penugasan dan pembantuan," ungkapnya lirih.
Ia menjelaskan bahwa aparatur pekon kini berada dalam posisi yang serba sulit. Di satu sisi, mereka harus mencapai target-target tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Di sisi lain, juga menghadapi risiko besar, termasuk konsekuensi hukum atas segala keputusan yang diambil. "Kami seperti berada dalam pengawasan ribuan pasang mata dan telinga, seolah-olah setiap langkah kami terus diawasi," lanjutnya.
Namun, tekanan tersebut tidak hanya berdampak pada beban kerja aparatur pekon. Anilah menyoroti bahwa kondisi ini juga telah mengaburkan esensi dari hak asal-usul dan kewenangan lokal yang dimiliki pekon. Prinsip-prinsip dasar kehidupan berpekon, seperti musyawarah desa sebagai hukum tertinggi, mulai terabaikan.
"Kami semakin abai pada prinsip untuk pandai merasa, mendengar, melihat, dan meraba apa yang ada di sekeliling pekon. Aparatur pemerintah pekon kini disibukkan dengan ambisi-ambisi dari berbagai arah yang menghancurkan konsentrasi kami menjadi berkeping-keping," katanya.
Ia menekankan bahwa desa atau pekon sejatinya memiliki otonomi tersendiri dalam mengelola kehidupan masyarakat. Namun, otonomi ini perlahan-lahan terkikis oleh berbagai kebijakan yang cenderung memusatkan kewenangan.
"Musyawarah desa, yang seharusnya menjadi landasan tertinggi, semakin terpinggirkan," tambahnya.
Sebagai seorang pemimpin pekon, Anilah berharap pemerintah pusat dan daerah dapat lebih memperhatikan kondisi di lapangan. Menurutnya, penting bagi para pemangku kebijakan untuk memahami realitas yang dihadapi aparatur desa dalam menjalankan tugasnya.
Selain itu, ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk kembali menghidupkan semangat gotong royong dan musyawarah. "Pekon adalah tempat kita bertumbuh, dan hanya dengan kebersamaan kita bisa menjaga keberlanjutannya," tutupnya.
Kisah ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh aparatur pekon . Mereka berada di garis depan dalam melayani masyarakat, namun sering kali bekerja di bawah tekanan dan tantangan yang tidak mudah.
Diperlukan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat untuk memastikan bahwa pekon tetap menjadi pusat kehidupan yang mandiri dan bermartabat. *