Komisi II DPR Bakal Panggil Mendagri dan KPU Bahas Dua Opsi Pelantikan Kepala Daerah

Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda.//Foto:dok/net.--

Radarlambar.Bacakoran.co - Komisi II DPR RI berencana mengundang Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Komisi Pemilihan Umum (KPU), serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk membahas dua opsi terkait pelantikan kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2024. Rencananya, pertemuan tersebut akan dilaksanakan pada 22 Januari 2025, setelah masa sidang dibuka.


Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, Selasa 14 Januari 2025 kemarin mengaku pihaknya akan mengundang Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP untuk merumuskan beberapa opsi pelantikan kepala daerah terpilih yang tidak bersengketa di MK.


Rifqi menjelaskan bahwa ada dua alternatif yang sedang dipertimbangkan terkait waktu pelantikan. Opsi pertama adalah pelantikan dilakukan setelah seluruh putusan sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki kekuatan hukum tetap, yang diperkirakan akan terjadi pada 13 Maret 2025.


"Pelantikan serentak bisa dilakukan setelah seluruh keputusan MK yang memiliki kekuatan hukum tetap, sekitar 13 Maret, dan kami serahkan kepada presiden untuk memutuskan pelantikannya, sesuai dengan peraturan presiden yang ada," ujar Rifqi.


Alternatif kedua adalah pelantikan untuk kepala daerah yang tidak terlibat sengketa di MK dapat dilakukan lebih awal, pada 7 Februari untuk gubernur, dan 10 Februari untuk bupati dan wali kota, sesuai dengan peraturan presiden yang berlaku.
Ditambahkannya, pelantikan serentak bagi daerah yang tidak terlibat sengketa bisa dilakukan pada 7 Februari untuk gubernur, dan 10 Februari untuk bupati serta wali kota.


Rifqi juga menyadari adanya permasalahan hukum terkait pelaksanaan pelantikan kepala daerah hasil Pemilu 2024. Salah satu peraturan menyatakan bahwa pelantikan hanya dapat dilakukan setelah seluruh sengketa selesai diputuskan.


Ditegaskannya, terkait pelantikan kepala daerah hasil Pemilu 2024, ada dilema hukum. Putusan MK No.46/2024 menyatakan bahwa pelantikan baru bisa dilakukan setelah seluruh sengketa di MK diputus, kecuali jika ada pemilihan ulang atau keadaan mendesak.
Selain itu, Rifqi menyebutkan bahwa ada ketentuan yang menyatakan pelantikan dapat dilakukan setelah KPU menetapkan hasil pemilu.

Menurutnya, jika menunggu keputusan MK selesai pada Maret 2025, maka ada potensi pelanggaran terhadap dua pasal dalam undang-undang.


Di sisi lain tambahnya, UU No.7/2017, Pasal 160 dan 160A, menyatakan bahwa pelantikan merupakan bagian dari tahapan yang sudah ditetapkan KPU. Jika pelantikan menunggu keputusan MK hingga pertengahan Maret, maka melanggar ketentuan dalam pasal di UU No.17/2017 itu.


Sebelumnya, Menko Polhukam Yusril Ihza Mahendra mengemukakan opsi pelantikan bagi kepala daerah yang tidak terlibat sengketa di MK dilakukan lebih cepat. Yusril menyebutkan bahwa pihaknya akan berdiskusi dengan Mendagri dan MK untuk membahas kemungkinan ini.


Bahkan menurut Yusril, pemerintah berharap agar sengketa di MK dapat berjalan lancar, namun kepala daerah yang tidak bersengketa bisa dipertimbangkan untuk dilantik lebih dahulu.


Sementara itu, Wamendagri Bima Arya menegaskan bahwa pemerintah masih membahas opsi tersebut. Dia menyebutkan bahwa jadwal pelantikan yang ada saat ini adalah 7 Februari untuk gubernur, dan 10 Februari untuk bupati serta wali kota. Namun, dengan masih berlanjutnya sidang sengketa Pilkada di MK hingga 13 Maret, pemerintah akan mengkaji ulang jadwal tersebut.


Dikatakannya, jadwal pelantikan gubernur dan bupati/wali kota saat ini adalah 7 Februari dan 10 Februari. Ini sesuai simulasi tahapan, tapi akan dibahas lagi karena masih ada sengketa di MK hingga Maret mendatang. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan