Komisi III DPR RI Harap Vonis Ultra Petita Harvey Beri Efek Jera

Anggota Komisi III DPR berharap vonis berat untuk Harvey Moeis yang melibihi tuntutan JPU beri efek jera dan menunjukkan tak ada toleransi bagi para koruptor. -Foto-ANTARA.--

Radarlambar.bacakoran.co - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra, Martin Daniel Tumbelaka, menilai vonis 20 tahun penjara yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta terhadap Harvey Moeis sebagai langkah tepat untuk memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi. Vonis yang melebihi tuntutan jaksa ini dianggap penting mengingat besar kerugian negara yang mencapai Rp 300 triliun akibat kasus tersebut.

Martin menyebutkan bahwa vonis tersebut tidak hanya sesuai dengan harapan masyarakat, tetapi juga menunjukkan komitmen hukum yang lebih tegas terhadap tindak pidana korupsi, yang seringkali merugikan keuangan negara dan menghambat kemajuan masyarakat. Oleh karena itu, hukuman berat ini sangat diperlukan untuk menegaskan bahwa korupsi tidak bisa dibiarkan dan harus mendapatkan sanksi yang setimpal.

Martin menekankan pentingnya efek jera bagi pelaku korupsi, agar mereka yang terlibat dalam praktik serupa dapat berpikir dua kali sebelum terjun dalam tindakan merugikan negara dan masyarakat. Mengingat besarnya kerugian negara, vonis lebih tinggi dari tuntutan jaksa ini dianggap sebagai langkah yang tepat untuk memberikan pelajaran yang tegas bagi semua pihak.

Selain itu, Martin berharap agar keputusan ini akan memberikan dampak positif terhadap sistem peradilan di Indonesia, yang diharapkan dapat lebih tegas dalam memerangi korupsi. Dengan demikian, penegakan hukum di sektor ini diharapkan tidak hanya memberikan efek jera, tetapi juga memastikan bahwa keadilan benar-benar tercapai bagi seluruh rakyat Indonesia.

Senada dengan Martin, anggota Komisi III dari Fraksi Golkar, Soedeson Tandra, juga menyatakan harapannya agar vonis 20 tahun penjara tersebut tetap dipertahankan meskipun Harvey berencana mengajukan kasasi. Soedeson menambahkan, vonis yang lebih tinggi ini sangat penting untuk memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, khususnya di Bangka Belitung, yang menjadi bagian dari daerah yang terdampak dari praktik korupsi yang dilakukan oleh Harvey Moeis.

Soedeson juga mendesak Kejaksaan Agung untuk tidak hanya berhenti pada hukuman terhadap Harvey Moeis, tetapi juga menggali lebih dalam untuk mengidentifikasi dan menyeret aktor intelektual yang mungkin terlibat dalam kasus ini. Menurutnya, mereka yang berada di balik layar dan memainkan peran penting dalam pengaturan korupsi ini harus dihukum setimpal, agar memberikan efek jera yang lebih luas.

Harvey Moeis sendiri merupakan perwakilan dari PT Refined Bangka Tin (RBT) yang terjerat dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada periode 2015-2022. Selain vonis 20 tahun penjara, Harvey juga dijatuhi pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp420 miliar, yang jika tidak dibayar akan digantikan dengan 10 tahun penjara.

Vonis 20 tahun penjara ini menjadi hukuman maksimal yang diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Harapannya, keputusan ini dapat menjadi langkah tegas dalam memberantas praktik korupsi di Indonesia, khususnya yang melibatkan sektor sumber daya alam yang memiliki dampak besar bagi kehidupan masyarakat. Sebelumnya, jaksa penuntut umum hanya menuntut Harvey dengan pidana 12 tahun penjara dan uang pengganti sebesar Rp210 miliar, namun majelis hakim memutuskan untuk menjatuhkan hukuman yang lebih berat sebagai bentuk komitmen terhadap pemberantasan korupsi.

Sidang kasus ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Teguh Harianto, bersama anggota Budi Susilo, Catur Iriantoro, Anthon R. Saragih, dan Hotma Maya Marbun, dengan Panitera Pengganti Budiarto. (*/edi)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan