Implementasi Biodiesel B40 Terganjal oleh Efisiensi Anggaran

Pemerintah tengah melakukan uji coba Biodiesel B50 setelah sukses dengan B40. Ilustrasi-CNN--

Radarlambar.bacakoran.co- Pemerintah menghadapi sejumlah tantangan dalam penerapan bahan bakar nabati biodiesel B40, terutama terkait keterbatasan insentif serta minimnya dana untuk pengawasan akibat kebijakan efisiensi anggaran.

Program ini diterapkan melalui skema public service obligation (PSO) dan Non-PSO, dengan sebagian besar pendanaan hanya mencakup sektor PSO.  

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menyampaikan bahwa dari target alokasi 15,62 juta kiloliter (kL) biodiesel pada 2025, hanya 7,55 juta kL atau sekitar 48 persen yang memperoleh insentif dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP). Kondisi ini menimbulkan tantangan bagi sektor Non-PSO yang tidak mendapatkan subsidi serupa.  

Selain keterbatasan insentif, kendala lain yang dihadapi adalah minimnya dana pengawasan akibat pengurangan anggaran. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah mengupayakan kerja sama dengan BPDP guna menambah dukungan pendanaan dalam pengawasan implementasi B40.  

Di samping aspek pendanaan, kapasitas produksi badan usaha bahan bakar nabati (BU BBN) juga menjadi perhatian.

Dengan 28 perusahaan yang memiliki kapasitas produksi bervariasi, fluktuasi kebutuhan sering kali sulit dipenuhi secara optimal.  

Faktor lain yang mempengaruhi implementasi B40 adalah tingginya biaya produksi serta kendala distribusi. Persaingan moda transportasi, keterlambatan pengiriman akibat terbatasnya armada kapal, dan kapasitas penyimpanan di terminal bahan bakar menjadi tantangan tersendiri.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah tengah melakukan penyesuaian terhadap infrastruktur dan logistik guna mendukung kelancaran distribusi biodiesel B40.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan