Rambu-rambu Kuning Penghapusan BBM Bersubsidi Jenis Solar dan Pertalite Seperti Ide Luhut

Petugas mengisi BBM jenis Pertalite di SPBU Pertamina. Foto/Net--
Radarlambar.bacakoran.co-Pemerintah tengah mengkaji kemungkinan penghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM) mulai tahun 2027 sebagai langkah untuk meningkatkan efisiensi anggaran dan memastikan alokasi subsidi yang lebih tepat sasaran.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa subsidi untuk BBM jenis Pertalite dan Biosolar seharusnya tidak lagi diberikan dalam beberapa tahun mendatang.
Luhut menyampaikan bahwa pemerintah berencana mengganti skema subsidi BBM dengan bantuan langsung kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Presiden terpilih Prabowo Subianto telah menerima usulan ini dan diperkirakan akan membahasnya lebih lanjut dalam perumusan kebijakan energi nasional.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sebelumnya mengungkapkan bahwa pemerintah telah menyiapkan tiga skema untuk perubahan mekanisme subsidi BBM. Skema pertama adalah mengalihkan subsidi langsung ke masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT).
Skema kedua adalah kombinasi BLT dengan subsidi pada fasilitas umum guna menekan inflasi akibat kenaikan harga energi. Sementara skema ketiga mempertahankan subsidi pada BBM tetapi dengan jumlah yang lebih kecil dan hanya diberikan kepada kelompok tertentu.
Tahun ini, pemerintah menetapkan kuota BBM bersubsidi sebesar 31,1 juta kiloliter untuk Pertalite dan 17,3 juta kiloliter untuk Solar. Sementara alokasi anggaran untuk subsidi bahan bakar dalam APBN 2025 mencapai Rp26,66 triliun, naik dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp25,82 triliun.
Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai bahwa penghapusan subsidi BBM perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak berdampak buruk terhadap daya beli masyarakat. Menurutnya, kebijakan ini berpotensi memicu inflasi yang tajam karena meningkatnya biaya produksi dan distribusi barang serta jasa.
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menyatakan bahwa kebijakan penghapusan subsidi BBM harus diimbangi dengan strategi untuk menjaga daya beli masyarakat.
Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan menekan harga kebutuhan pokok serta mendorong lebih banyak masyarakat untuk bekerja di sektor formal dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.
Ekonom Senior dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny Sasmita, menambahkan bahwa pencabutan subsidi BBM tidak bisa dilakukan secara mendadak.
Ia menyarankan agar subsidi dikurangi secara bertahap dalam jumlah kecil, misalnya dengan menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp500 dua kali dalam setahun. Dengan cara ini, dampaknya terhadap perekonomian dapat lebih terkendali dan tidak menimbulkan gejolak sosial yang besar.
Salah satu tantangan utama dalam penghapusan subsidi BBM adalah memastikan bahwa bantuan pengganti benar-benar tepat sasaran. Saat ini, data penerima bantuan sosial di Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan, seperti inclusion error di mana masyarakat yang tidak berhak justru menerima bantuan, serta exclusion error yang menyebabkan masyarakat yang seharusnya mendapatkan bantuan malah terlewat.
Nailul Huda dari Celios menyarankan agar pemerintah memperbaiki sistem pendataan penerima bantuan sebelum kebijakan ini diterapkan. Data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang dikelola oleh Badan Pusat Statistik (BPS) diharapkan dapat digunakan sebagai basis untuk memastikan bahwa subsidi yang dialihkan benar-benar sampai kepada masyarakat yang membutuhkan.