Pembongkaran Hisbisc Fantasy Puncak Ricuh, Warga Desak Bangunan Dirobohkan

Radarlambar.bacakoran.co -Pembongkaran tempat wisata Hisbisc Fantasy Puncak di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Jumat sore (7/3/2025), berlangsung ricuh. Warga yang menuntut agar seluruh bangunan di lokasi wisata tersebut segera dibongkar, memaksa operator alat berat untuk bertindak lebih cepat meskipun mereka masih menunggu perintah dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jawa Barat.

Situasi menjadi tegang saat warga, yang telah berkumpul sejak pukul 13.30 WIB, melihat operator alat berat yang tampak lamban dalam melakukan pembongkaran. Massa yang menunggu mulai memaksa petugas untuk segera merobohkan bangunan, bahkan menjebol pintu gerbang tempat wisata tersebut. Setelah itu, dua operator alat berat mulai bekerja meruntuhkan tembok-tembok penahan taman, tetapi warga tetap mendesak agar alat berat bergerak lebih cepat dan merobohkan bangunan yang masih berdiri kokoh.

Kericuhan semakin memuncak dengan adu mulut antara operator alat berat dan koordinator warga. Beberapa warga bahkan melempari alat berat dengan batu, memaksa petugas untuk mengikuti perintah mereka. Meskipun operator alat berat terlihat ragu, mereka terpaksa melanjutkan pekerjaan karena tuntutan massa yang semakin beringas. Sementara itu, petugas Satpol PP dan kepolisian yang berjaga di lokasi tampak tidak dapat menahan tekanan warga yang semakin emosi.

Salah satu warga Cisarua, H. Nanang, mengungkapkan bahwa tempat wisata tersebut telah menyebabkan masalah bagi warga setempat, terutama banjir. Menurutnya, sejak pembangunan Hisbisc Fantasy, kampung mereka sering dilanda banjir bandang, yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Nanang juga menuntut keadilan dari pemerintah, mempertanyakan mengapa tempat wisata tersebut tidak dirobohkan sementara Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan Jalan Raya Puncak sebelumnya telah digusur.

Dengan tegas, Nanang meminta agar perintah Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk membongkar Hisbisc Fantasy segera dilaksanakan, mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh keberadaan tempat wisata tersebut bagi lingkungan sekitar.