Eks Dirut dan Direnbang PTPN XI Jadi Tersangka Korupsi dan TPPU

Kortas Tipikor Polri menetapkan mantan Direktur Utama PTPN XI periode 2015-2017 berinisial DP sebagai tersangka kasus korupsi proyek pembangunan PG Djatiroto di Jawa Timur. -Foto CNN Indonesia.--
Radarlambar.bacakoran.co - Kortas Tipikor Bareskrim Polri menetapkan dua mantan pejabat PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pabrik Gula Djatiroto di Lumajang, Jawa Timur.
Kedua tersangka berinisial DP, mantan Direktur Utama PTPN XI periode 2015-2017, dan AT, yang menjabat sebagai Direktur Perencanaan dan Pengembangan periode yang sama. Penetapan ini disampaikan oleh Kakortas Tipikor Polri, Irjen Cahyono Wibowo, dalam konferensi pers pada Jumat, 21 Maret 2025.
Kasus ini bermula dari pembangunan pabrik senilai Rp871 miliar yang dikerjakan oleh konsorsium KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam. Dalam proses penyidikan, penyidik menemukan indikasi penyimpangan dalam perencanaan, pelelangan, hingga pelaksanaan proyek. Penyimpangan tersebut mengakibatkan proyek yang dimulai pada 2016 itu tak kunjung selesai meski sudah berjalan hampir tujuh tahun. Akibatnya, negara mengalami kerugian mencapai Rp570,2 miliar dan US$12,83 juta.
Selain unsur korupsi, penyidik juga menemukan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan kedua tersangka. Salah satu temuan penyidik adalah manipulasi pembayaran proyek melalui mekanisme Letter of Credit (LC) yang tak sesuai prosedur.
PTPN XI diduga melakukan pembayaran langsung ke rekening DBS Singapura milik IU International, perusahaan yang terlibat dalam proyek tersebut. Padahal, mekanisme ini tidak pernah diatur dalam Rencana Kerja dan Syarat (RKS) proyek.
Wakil Kepala Kortas Tipikor, Brigjen Arief Adiharsa, menambahkan bahwa sejak awal proyek ini sudah menyimpan banyak kejanggalan. Mulai dari tidak lengkapnya anggaran seperti tertuang dalam kontrak kerja, hingga adanya kolusi antara pejabat PTPN XI dan pihak konsorsium dalam proses pemilihan penyedia jasa konstruksi.
Modus lain yang ditemukan adalah adanya pembayaran proyek yang dilakukan meskipun pekerjaan belum mencapai progres yang sesuai dengan termin yang disepakati.
Dalam kasus ini, penyidik telah memeriksa sedikitnya 55 orang saksi serta 4 ahli yang meliputi ahli keuangan negara dan ahli tindak pidana pencucian uang. Sejumlah barang bukti berupa dokumen, perangkat elektronik, serta laporan hasil audit kerugian negara juga telah disita sebagai bagian dari pengusutan perkara.
DP dan AT kini dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Penyidikan kasus ini masih berlanjut, dan Polri tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru dari pihak-pihak lain yang turut terlibat dalam proyek mangkrak tersebut.
Irjen Cahyono Wibowo dan Brigjen Arief Adiharsa menegaskan bahwa pengungkapan kasus ini menjadi bukti komitmen Polri dalam memberantas tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara dan merusak tata kelola perusahaan milik negara.(*/edi)