Komisi III DPR Libatkan Pemred Bahas Larangan Siaran Langsung Sidang di RUU KUHAP

Komisi III DPR akan mengundang sejumlah pemimpin redaksi media untuk meminta saran dan masukan dalam pembahasan draf Rancangan Undang-undang KUHAP. Foto CNN Indonesia--
Radarlambar.bacakoran.co- Komisi III DPR RI berencana mengundang para pemimpin redaksi media nasional untuk membahas lebih lanjut draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya terkait larangan menyiarkan langsung persidangan tanpa izin pengadilan.
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menyampaikan bahwa pihaknya ingin melibatkan kalangan media agar dapat memberikan masukan secara langsung terhadap aturan yang dinilai berdampak pada kebebasan pers ini.
Habiburokhman menjelaskan bahwa diskusi bersama para pemimpin redaksi diperlukan guna menyempurnakan rumusan aturan terkait peliputan di ruang sidang.
Ia menekankan bahwa Komisi III membuka ruang bagi masukan dari insan pers, terutama mengenai praktik peliputan dan penyiaran sidang yang selama ini dilakukan oleh media massa.
Komisi III DPR menilai, pembatasan siaran langsung sidang tanpa izin pengadilan penting diterapkan agar proses hukum tetap berjalan dengan baik dan objektif.
Menurut Habiburokhman, salah satu pertimbangan utama adalah kekhawatiran bahwa siaran langsung dapat mempengaruhi saksi lain yang belum diperiksa, sehingga berpotensi mengubah keterangan di pengadilan.
Meski demikian, Komisi III memastikan tetap menghormati hak publik untuk mendapatkan informasi dan kebebasan media dalam menjalankan tugas jurnalistik.
Habiburokhman menegaskan, pihaknya tidak ingin membatasi kerja pers secara sepihak, sehingga keterlibatan pemimpin redaksi dalam forum khusus menjadi langkah penting untuk mencari solusi yang adil bagi semua pihak.
Dalam draf RUU KUHAP, larangan siaran langsung diatur pada Pasal 253 ayat (3) yang menyebutkan bahwa siapa pun yang berada di ruang sidang tidak diperkenankan menyiarkan proses persidangan secara langsung tanpa izin dari pengadilan.
Pasal ini juga menegaskan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Rencana pelibatan pemimpin redaksi ini menjadi salah satu bentuk keterbukaan DPR dalam merespons kritik dan saran yang berkembang di masyarakat terkait aturan baru tersebut.
Habiburokhman menyatakan bahwa Komisi III DPR akan terus mengupayakan agar ketentuan yang dirumuskan tidak hanya menjaga integritas proses peradilan, tetapi juga tetap menjamin akses informasi bagi masyarakat.(*)