Sektor Perhotelan Tertekan, Penutupan Dua Hotel di Bogor Berdampak PHK 150 Karyawan

Ketua Umum PHRI, Hariyadi Sukamdani. -Foto-net.--
Radarlambar.bacakoran.co - Dua hotel yang terletak di Bogor, Jawa Barat, terpaksa menutup operasionalnya akibat melemahnya daya beli masyarakat. Penutupan ini berdampak langsung pada sekitar 150 karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Industri perhotelan di Indonesia, yang selama ini menjadi salah satu pilar penting perekonomian, kini tengah menghadapi tantangan besar akibat penurunan konsumsi masyarakat yang signifikan.
Sektor perhotelan sangat bergantung pada aktivitas wisata dan perjalanan bisnis yang biasanya meningkat saat libur Lebaran. Namun, tahun ini, meskipun memasuki periode liburan yang biasanya menjadi puncak permintaan, tingkat okupansi hotel justru mengalami penurunan hingga 20% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat mulai lebih berhati-hati dalam mengeluarkan uang, mempengaruhi berbagai sektor ekonomi termasuk industri perhotelan.
Situasi ini menjadi perhatian utama Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani.
Ia menyoroti bahwa penurunan daya beli yang terus berlanjut berpotensi menyebabkan lebih banyak hotel terpaksa tutup. Hariyadi juga mengungkapkan bahwa fenomena ini terlihat jelas dalam pengurangan tingkat keterisian hotel menjelang Lebaran 2025. Banyak hotel yang tidak mendapatkan pemesanan sesuai harapan, bahkan destinasi wisata besar seperti Yogyakarta dan Bali mengalami penurunan okupansi yang signifikan.
Hariyadi menambahkan bahwa kecepatan pemesanan hotel yang semakin lambat juga mencerminkan ketidakpastian ekonomi yang tengah melanda. Biasanya, pemesanan untuk periode liburan Lebaran dilakukan jauh-jauh hari, namun kali ini banyak pemesanan yang hanya terjadi pada H-2 atau H-3. Hal ini berimbas pada kestabilan operasional hotel yang terganggu akibat tidak adanya kepastian pendapatan dari reservasi.
Untuk mengatasi situasi ini, Hariyadi berharap pemerintah dapat segera merealisasikan kebijakan pengeluaran yang dapat merangsang kembali konsumsi masyarakat, terutama untuk sektor perhotelan yang sangat bergantung pada belanja pemerintah. Sekitar 40% dari pemesanan hotel biasanya berasal dari kegiatan yang dibiayai oleh anggaran pemerintah, seperti perjalanan dinas dan acara konferensi. Tanpa adanya pengeluaran yang maksimal dari pemerintah, banyak hotel yang akan kesulitan bertahan.
Selain itu, Hariyadi juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap sektor perhotelan yang semakin tertekan. Dalam upaya menekan biaya operasional, banyak hotel yang mulai mengurangi layanan dan mengurangi jumlah karyawan. Oleh karena itu, kebijakan fiskal yang lebih mendukung sektor ini sangat diperlukan agar sektor perhotelan bisa bertahan dan kembali bangkit.
Secara keseluruhan, kondisi yang dihadapi oleh industri perhotelan mencerminkan tantangan besar dalam perekonomian Indonesia. Penurunan daya beli yang terus berlanjut memengaruhi hampir seluruh sektor, dengan sektor perhotelan menjadi salah satu yang paling terdampak. Pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah cepat dan tepat untuk mendukung pemulihan sektor ini, agar dampak negatifnya tidak meluas ke sektor lainnya.(*/edi)