Perang Dagang AS-China Meningkat, Investor Diminta Waspada dan Adaptif

Founder dan CEO Finvesol Consulting Fendi Suiyanto dalam Investor Market Opening di Beritasatu TV, Jakarta, Kamis 10 April 2025.//Foto: Beritasatu.--

Radarlambar.Bacakoran.co - Ketegangan antara Amerika Serikat dan China dalam sektor perdagangan kembali memanas. Terbaru, Presiden AS Donald Trump secara mengejutkan menaikkan tarif impor barang-barang asal China hingga mencapai 125%. Langkah ini diambil hanya beberapa jam setelah pemerintah China menetapkan tarif masuk sebesar 84% terhadap sejumlah produk asal AS.

Eskalasi ini kembali menyulut kekhawatiran pelaku pasar global. Investor, baik dari dalam maupun luar negeri, kini menghadapi ketidakpastian yang semakin tinggi seiring dengan perkembangan hubungan dagang dua negara ekonomi terbesar dunia ini.

Menanggapi kondisi tersebut, Fendi Suiyanto, Founder sekaligus CEO Finvesol Consulting, menyarankan agar investor mengadopsi strategi jangka pendek dalam mengelola portofolionya. Menurutnya, dinamika perang dagang yang sangat fluktuatif membutuhkan respons cepat dan fleksibel.

"Volatilitas yang terjadi berpotensi sangat tinggi ke depan. Dalam situasi seperti ini, langkah paling bijak bagi investor atau trader adalah memanfaatkan momentum jangka pendek," ujar Fendi dalam program Investor Market Opening yang disiarkan di Beritasatu TV, Kamis 10 April 2025 kemarin.

Fendi juga merekomendasikan strategi buy on weakness, yaitu membeli saham saat harga turun karena sentimen negatif, kemudian menjualnya kembali saat pasar mulai menguat. Contohnya bisa dilihat pada Selasa (8/4/2025) lalu, ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat terjun hingga 9% secara intraday.

"Ketika IHSG mengalami tekanan, itu bisa menjadi peluang beli. Tapi ketika indeks mulai rebound, saatnya lepas posisi untuk ambil keuntungan," tambahnya.

Selain itu, dia juga mengingatkan pentingnya memantau level support dan resistance IHSG guna menentukan titik masuk dan keluar yang tepat.

Dari sisi sektor, Fendi menilai sektor perbankan cukup prospektif untuk jangka pendek. Saat harga saham perbankan melemah, investor disarankan kembali menerapkan strategi buy on weakness. Sedangkan saat saham menguat mendekati level resistance, strategi sell on strength bisa menjadi pilihan untuk mengamankan keuntungan.

Tak hanya sektor keuangan, Fendi juga menyoroti sektor pertambangan dan industri dasar, seperti saham PT Aneka Tambang (ANTAM) dan emiten-emiten di sektor basic industry, sebagai opsi yang patut dipertimbangkan di tengah ketegangan perdagangan ini.

“Eskalasi perang dagang ini tidak hanya menimbulkan risiko, tapi juga peluang bagi investor yang cermat dan gesit membaca arah pasar,” pungkas Fendi.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan