Kisruh Pt San Xiong Steel, Pemprov Lampung Tegaskan Komitmen Lindungi Hak Buruh

PEMPROV Lampung mediasi persoalan buruh dan manajemen PT San Xiong Steel. -Foto Dok---
Radarlambar.bacakoran.co - Ratusan buruh PT San Xiong Steel Indonesia menggelar aksi protes di halaman Kantor Gubernur Lampung pada Kamis, 10 April 2025. Aksi tersebut dipicu oleh sejumlah persoalan ketenagakerjaan yang belum terselesaikan, termasuk keterlambatan pembayaran gaji, ketidakjelasan status pekerjaan di bawah manajemen baru, serta belum dipenuhinya hak-hak buruh yang telah mengundurkan diri.
Buruh menuntut agar gaji bulan Maret segera dibayarkan sesuai ketentuan upah minimum kabupaten (UMK) Lampung Selatan sebesar Rp3.076.990. Mereka juga menuntut kepastian status kerja pasca-pergantian manajemen dari pemilik lama kepada manajemen baru. Selain itu, buruh yang telah mengajukan pengunduran diri sejak Maret mendesak agar hak mereka segera diselesaikan.
Permasalahan kian kompleks setelah para pekerja tidak diizinkan masuk ke area pabrik sejak 8 April 2025. Akses ke perusahaan disebut telah dikendalikan sepenuhnya oleh manajemen baru, sementara manajemen lama tidak lagi memiliki kendali atas fasilitas dan sistem internal perusahaan.
Menindaklanjuti aksi tersebut, Pemerintah Provinsi Lampung memfasilitasi mediasi antara kedua pihak yang bersengketa. Mediasi digelar di Gedung Balai Keratun dan dihadiri oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), kepolisian, perwakilan manajemen lama dan baru PT San Xiong Steel, serta organisasi pengusaha.
Dalam pertemuan tersebut, pemerintah menyatakan fokus pada perlindungan hak-hak buruh dan keberlangsungan kegiatan usaha perusahaan. Disnaker Lampung mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan peninjauan langsung ke lokasi sebelum libur Lebaran dan menemukan bahwa gaji pekerja belum dibayarkan hingga 8 April 2025.
Sebagai bentuk penegakan regulasi, Disnaker memberi tenggat waktu kepada pihak perusahaan untuk menyelesaikan pembayaran gaji hingga awal pekan depan. Jika tidak ada penyelesaian, pemerintah akan mengeluarkan surat peringatan resmi dan mengambil langkah administratif sesuai kewenangan yang dimiliki.
Di sisi lain, manajemen lama mengakui belum membayar gaji buruh karena tidak dapat mengakses fasilitas perusahaan dan sistem keuangan, yang saat ini disebut telah diambil alih manajemen baru. Sementara pihak manajemen baru mengklaim bahwa proses akuisisi belum sepenuhnya selesai dan masih menunggu dokumen resmi sebagai dasar pelaksanaan kewajiban.
Hingga saat ini, konflik kepemilikan dan tanggung jawab manajerial masih menjadi hambatan utama dalam penyelesaian persoalan ketenagakerjaan di perusahaan tersebut. Pemerintah daerah berkomitmen untuk terus melakukan mediasi lanjutan agar hak-hak buruh dapat segera terpenuhi dan aktivitas industri dapat kembali berjalan normal. (*/nopri)