Pemerintah Siapkan Satgas PHK, Tunggu Tekan dari Presiden

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI Jamsos Indah Anggoro Putri. -Foto Dok---
Radarlambar.bacakoran.co - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Republik Indonesia akan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal tersebut sesuai dengan arahan Presiden RI Prabowo Subianto.
Satgas ini merupakan respons terhadap gejala yang semakin nyata, meningkatnya jumlah PHK di berbagai sektor industri akibat tekanan ekonomi global serta perubahan struktur tenaga kerja nasional.
Mulanya, Satgas PHK ialah usulan dari Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Menurut Prabowo, ide itu dinilai tepat untuk menekan laju PHK massal, terutama di tengah kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah pun meminta agar pembentukan Satgas melibatkan unsur serikat buruh, akademisi, serta lembaga jaminan sosial ketenagakerjaan.
Respons itu segera ditindaklanjuti oleh Kemnaker. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI-JSK), Indah Anggoro Putri, menjelaskan bahwa pihaknya telah mulai mempersiapkan draf Instruksi Presiden (Inpres) sebagai dasar hukum pembentukan Satgas. Saat ini, pembahasan internal tengah berlangsung sambil menunggu Presiden kembali dari kunjungan luar negeri.
Satgas ini diharapkan tidak hanya menjadi reaksi sementara atas tren PHK, tetapi juga menjadi instrumen permanen dalam sistem deteksi dini dan mitigasi risiko ketenagakerjaan. Selama ini, pemerintah dinilai sering tertinggal dalam merespons dinamika pasar kerja yang cepat berubah, terutama akibat digitalisasi, relokasi industri, dan tekanan terhadap upah minimum regional.
Nama Satgas memang masih akan disesuaikan, termasuk lingkup tugas dan fokus kerjanya. Wacana yang berkembang di kalangan internal menyebut bahwa lembaga ini bisa menjadi bagian dari strategi jangka menengah untuk perluasan lapangan kerja. Tak menutup kemungkinan, Satgas akan diberi mandat untuk merumuskan kebijakan adaptif yang mampu menjembatani kepentingan dunia usaha dan perlindungan tenaga kerja.
Pemerintah melihat urgensi pembentukan Satgas ini seiring meningkatnya angka PHK sejak awal tahun yang telah menimpa lebih dari 18 ribu pekerja, sebagian besar dari sektor manufaktur padat karya. Di saat yang sama, laporan internal dari beberapa kawasan industri menunjukkan potensi PHK lanjutan sebagai dampak dari turunnya permintaan ekspor, tekanan biaya produksi, dan penyusutan investasi baru.
Komitmen pemerintah untuk mengantisipasi badai PHK diwujudkan melalui pendekatan lintas kementerian dan lembaga. Koordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan akan menjadi penting, terutama dalam merancang jaring pengaman sosial yang lebih tanggap dan merata. Pemerintah juga akan mengevaluasi kembali efektivitas program pelatihan vokasi dan re-skilling yang selama ini belum optimal menyasar korban PHK.
Pembentukan Satgas juga dipandang sebagai bagian dari upaya pemerintah memperbaiki tata kelola ketenagakerjaan nasional yang masih menghadapi berbagai tantangan struktural: tingginya ketimpangan keterampilan, lemahnya perlindungan terhadap buruh sektor informal, hingga minimnya insentif bagi industri untuk mempertahankan tenaga kerja saat krisis.
Dengan penguatan koordinasi dan kejelasan arah kebijakan, pemerintah berharap Satgas ini dapat menjadi mekanisme yang tidak hanya reaktif, tetapi juga strategis dalam merespons gejolak ketenagakerjaan. Keberadaannya diharapkan menandai pergeseran kebijakan dari pendekatan sektoral ke arah solusi sistemik berbasis data dan kolaborasi lintas sektor.(*/edi)