Iki Palek: Luka di Jari, Tanda Duka Mendalam Suku Dani

Tradisi Iki Palek, Papua / Foto--Net.--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Setiap kebudayaan memiliki cara tersendiri dalam menyikapi kehilangan orang tercinta. Bagi sebagian masyarakat, air mata dan doa menjadi bentuk utama dalam mengungkapkan kesedihan. Namun, berbeda halnya dengan Suku Dani yang tinggal di Lembah Baliem, Papua. Dalam menghadapi kematian anggota keluarga, mereka menjalankan sebuah tradisi yang cukup ekstrem dan sarat makna, yakni memotong jari sebagai lambang duka yang dalam. Ritual ini dikenal dengan sebutan Iki Palek.
Dalam pandangan masyarakat Suku Dani, kesedihan atas kepergian orang yang dicintai tidak cukup hanya ditunjukkan melalui tangisan. Mereka meyakini bahwa jari merupakan simbol kuat dari ikatan dan solidaritas keluarga. Oleh karena itu, mengorbankan bagian tubuh tersebut dianggap sebagai bentuk pengabdian yang tulus serta simbol kehilangan yang tak tergantikan. Potongan jari menjadi tanda nyata dari kesetiaan dan rasa kehilangan yang mendalam.
Tradisi ini umumnya dijalani oleh kaum perempuan, terutama ibu-ibu yang merasa memiliki keterikatan emosional yang lebih kuat. Luka fisik yang timbul dari pemotongan jari diyakini selaras dengan luka batin yang mereka rasakan. Dalam keyakinan mereka, luka hati akan perlahan sembuh seiring dengan sembuhnya luka di tangan. Ini menjadi bagian dari proses penyembuhan emosional dan spiritual dalam menghadapi duka.
Landasan filosofis dari tradisi ini juga sangat kuat. Terdapat sebuah ungkapan dalam bahasa lokal yang merefleksikan pentingnya kebersamaan dalam hidup: wene opakima dapulik welaikarek mekehasik. Kalimat ini merujuk pada prinsip hidup yang menekankan kesatuan dalam keluarga, rumah, suku, bahasa, serta nilai-nilai leluhur. Tradisi Iki Palek pun dijalankan sebagai bentuk penghormatan terhadap hubungan tersebut, bahkan setelah kematian memisahkan.
Menariknya, jumlah ruas jari yang telah dipotong menunjukkan berapa banyak anggota keluarga yang telah meninggal. Semakin banyak kehilangan yang dialami, semakin banyak pula jari yang dikorbankan. Cara pemotongannya pun beragam, mulai dari menggunakan alat sederhana, mengikat dengan tali hingga terputus, hingga—dalam kasus tertentu—menggigit jari hingga terlepas. Setiap tindakan ini dijalankan dengan kesadaran dan keteguhan hati, meskipun tanpa adanya upacara khusus.
Tidak hanya memotong jari, sebagian pria dari Suku Dani juga menunjukkan rasa dukanya dengan menggores daun telinga mereka. Setelah proses tersebut selesai, biasanya mereka membersihkan diri dengan mandi lumpur sebagai simbol kembalinya manusia kepada tanah, yang dalam kepercayaan mereka merupakan asal dan akhir dari kehidupan.
Namun, seiring berkembangnya zaman dan masuknya ajaran agama serta pendidikan modern, praktik ini mulai ditinggalkan. Generasi muda mulai menggantikan bentuk ekspresi duka yang ekstrem dengan cara yang lebih simbolis dan aman. Hal ini menjadi pertanda bahwa nilai-nilai budaya terus berkembang seiring dengan perubahan zaman.
Meski begitu, tradisi Iki Palek tetap menyimpan pesan mendalam tentang cinta, kesetiaan, dan penghormatan yang luar biasa terhadap orang-orang tercinta. Ia tidak hanya menjadi peninggalan budaya yang unik, tetapi juga cerminan betapa dalamnya makna keluarga dalam kehidupan masyarakat Suku Dani.(*)