Petani Kulonprogo Panen Untung: Gabah Laris, Dompet Terkibas

Padi Sawah. Foto Freepik--
Radarlambar.bacakoran.co - Di tengah dinamika pangan nasional, para petani di Kulonprogo, Yogyakarta, kini tengah menikmati masa keemasan. Musim panen membawa berkah tersendiri—tak hanya melimpah hasilnya, tetapi juga menguntungkan dari sisi harga. Gabah Kering Giling (GKG), sebagai bentuk olahan awal dari padi sebelum menjadi beras, kini bernilai tinggi di wilayah ini.
Produksi gabah selama ini menjadi salah satu indikator utama dalam menakar kekuatan pangan suatu negara. Prosesnya tidak sederhana; gabah yang baru dipanen harus dikeringkan terlebih dahulu agar masuk kategori GKG—komoditas yang sudah siap digiling menjadi beras. Dengan kata lain, semakin tinggi kualitas dan harga GKG, maka semakin besar potensi petani untuk meraih pendapatan lebih baik.
Fenomena naik-turunnya harga GKG memang bukan hal baru. Ketika panen raya datang, pasokan meningkat drastis, dan harga pun biasanya jatuh karena melimpahnya barang di pasar. Sebaliknya, saat musim paceklik tiba, stok menyusut dan harga melonjak. Fluktuasi ini membuat pendapatan petani sering kali tidak stabil dari tahun ke tahun.
Namun, sepanjang tahun 2024, terjadi kejutan yang menyenangkan bagi sebagian wilayah. Data resmi menunjukkan bahwa harga GKG di tingkat petani mengalami peningkatan signifikan di beberapa provinsi. Di antara daerah-daerah itu, Kulonprogo menonjol sebagai salah satu wilayah dengan nilai jual gabah tertinggi, menyentuh kisaran hingga Rp8.571 per kilogram. Angka ini jauh di atas rata-rata nasional yang berada di angka Rp7.287 per kilogram.
Dengan kondisi seperti ini, para petani di Kulonprogo tak hanya sekadar menjemur gabah di bawah terik matahari, melainkan juga menjemput keuntungan yang menggiurkan. Hasil panen mereka kini tidak hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tapi juga memberi ruang untuk menabung atau berinvestasi lebih jauh.
Kondisi ini menggarisbawahi pentingnya kebijakan pertanian yang adaptif terhadap musim dan wilayah. Produksi pangan yang merata, ditambah pengelolaan pasokan yang baik, akan mendorong stabilitas harga dan menjaga kesejahteraan petani. Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin Indonesia bisa kembali mewujudkan ambisinya: swasembada beras yang kokoh, mandiri, dan berkelanjutan. *