Suriah dan Israel Lakukan Komunikasi Tidak Langsung untuk Redakan Ketegangan

Pada Selasa, 17 Desember 2024, PBB menegaskan kembali kekhawatiran terkait kehadiran pasukan Israel yang terus berlangsung di zona penyangga Dataran Tinggi Golan, Suriah. --
Radarlambar.bacakoran.co -Pemerintah Suriah saat ini tengah terlibat dalam komunikasi tidak langsung dengan Israel melalui pihak ketiga guna menghindari meningkatnya konflik di antara kedua negara. Langkah ini diambil menyusul meningkatnya ketegangan akibat serangkaian serangan udara yang dilaporkan terjadi di wilayah Suriah selama sepekan terakhir.
Pengungkapan ini disampaikan dalam konferensi pers bersama antara Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa dan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Paris, dalam kunjungan resmi pertama Sharaa ke negara Eropa sejak menjabat awal tahun ini. Dalam pertemuan tersebut, dibahas pula sejumlah upaya diplomatik dan strategi untuk menjaga stabilitas kawasan, termasuk penegasan kembali komitmen Suriah terhadap kesepakatan gencatan senjata yang telah ditetapkan sejak 1974 di Dataran Tinggi Golan.
Pemerintah Suriah menganggap pentingnya kerja sama dengan Prancis dalam menghadapi tantangan yang kompleks, terutama di bidang keamanan dan pembangunan pascakonflik. Presiden Sharaa menggarisbawahi bahwa peran internasional, termasuk kontribusi dari negara-negara Eropa seperti Prancis, memiliki nilai strategis dalam mendukung rekonstruksi dan menjaga keseimbangan geopolitik di kawasan Timur Tengah.
Pertemuan bilateral ini juga membahas peluang kerja sama lintas sektor, mulai dari penegakan hukum, perekonomian, hingga penanganan terorisme. Dalam kesempatan yang sama, pemerintah Suriah menyampaikan apresiasinya atas penerimaan yang diberikan oleh masyarakat internasional, khususnya Prancis, terhadap pengungsi Suriah dalam beberapa tahun terakhir.
Pemerintahan Suriah saat ini menegaskan pendiriannya untuk tidak membiarkan keterlibatan asing dalam urusan internal negara, serta menolak segala bentuk pemaksaan politik yang dilakukan dari luar wilayahnya. Pemerintah transisi menyatakan komitmennya untuk memastikan bahwa masa depan Suriah akan ditentukan oleh rakyatnya sendiri melalui proses yang transparan dan inklusif.
Dalam diskusi lainnya Presiden Sharaa menyinggung isu sanksi internasional masih berlaku. Pemerintahannya menilai bahwa sanksi itu merupakan warisan dari rezim sebelumnya serta tidak lagi relevan dalam konteks pemerintahan baru yang sudah terbentuk sejak Januari.
Isu perbatasan dengan Lebanon serta kondisi keamanan regional juga turut menjadi bagian dari agenda pembahasan dalam pertemuan tersebut, mencerminkan keinginan Suriah untuk memperkuat stabilitas domestik dan hubungan baik dengan negara-negara tetangga.
Pemerintah transisi yang dipimpin Sharaa terbentuk setelah lengsernya Bashar al-Assad pada Desember tahun lalu. Assad yang sudah memimpin Suriah selama hampir seperempat abad meninggalkan negaranya serta menuju Rusia, menandai berakhirnya kekuasaan Partai Baath yang sudah bercokol sejak 1963. (*)