RI Jadi Primadona Investor Global, Efek Domino dari Kebijakan Trump

Ilustrasi. -Foto freepik---
Radarlambar.bacakoran.co – Pasar negara berkembang kembali menjadi magnet kuat bagi arus modal global. Indonesia, yang selama ini termasuk dalam kelompok emerging market, mencatat peningkatan signifikan dalam minat investor asing. Fenomena ini terlihat dari derasnya aliran dana yang masuk ke pasar keuangan nasional, mulai dari saham hingga surat berharga negara.
Data dari Refinitiv menunjukkan, Emerging Market Index (EM Index) naik tajam dalam kurun waktu sebulan terakhir. Dari posisi 306,29 pada 9 April 2025, indeks tersebut melonjak ke angka 355,02 pada 27 Mei 2025. Kenaikan ini bersamaan dengan penurunan indeks dolar Amerika Serikat (DXY) yang merosot dari 102,9 menjadi 99,52 di periode yang sama.
Pergerakan ini mencerminkan sentimen global yang mulai berpaling dari aset-aset dolar AS ke pasar negara berkembang. Indonesia menjadi salah satu tujuan utama, didorong oleh prospek ekonomi yang menjanjikan serta stabilitas yang relatif terjaga.
Rupiah dan IHSG Melesat
Dalam periode yang sama, rupiah mencatatkan penguatan sebesar 3,5% terhadap dolar AS. Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melonjak hingga 20,62%. Kedua indikator ini mencerminkan kepercayaan pelaku pasar terhadap ketahanan ekonomi domestik.
Penguatan ini tidak lepas dari pelemahan dolar AS yang dipicu oleh penurunan peringkat utang negara tersebut oleh lembaga pemeringkat global, termasuk Moody’s. Amerika Serikat saat ini tengah menghadapi tekanan fiskal akibat defisit anggaran dan neraca perdagangan yang membengkak, dikenal sebagai twin deficit. Hal ini memperbesar ketidakpastian di pasar keuangan AS dan mendorong investor global untuk mencari alternatif yang lebih stabil dan menjanjikan.
Indonesia Diuntungkan Perang Tarif
Situasi semakin menguntungkan bagi Indonesia setelah Amerika Serikat dan China sepakat memangkas tarif impor secara signifikan. AS menurunkan tarif atas produk asal China dari 145% menjadi 30%, sementara China memangkas tarif atas produk AS dari 125% menjadi 10%. Kesepakatan ini berlaku untuk 90 hari ke depan dan langsung menciptakan angin segar bagi pasar global.
Langkah ini dianggap sebagai buah dari kebijakan tarif agresif yang diterapkan Presiden Donald Trump. Meski menuai kontroversi, strategi tersebut mulai menunjukkan hasil dalam bentuk pembukaan pasar dan aliran modal yang lebih terbuka ke emerging markets, termasuk Indonesia.
Dana Asing Mengalir Deras
Bank Indonesia mencatat, dalam periode 19–22 Mei 2025, investor asing membukukan pembelian bersih atau net buy senilai Rp14,73 triliun di pasar keuangan domestik. Dari jumlah tersebut, Rp1,54 triliun masuk ke pasar saham, dan Rp14,13 triliun terserap oleh Surat Berharga Negara (SBN). Meski terdapat penjualan bersih Rp0,95 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), secara total dana yang masuk tercatat sebagai yang tertinggi sejak September 2024.
Angka tersebut menjadi rekor baru di bawah pemerintahan Presiden Prabowo, sekaligus menegaskan bahwa kepercayaan global terhadap stabilitas Indonesia sedang berada pada titik puncak.
Kepercayaan Meningkat, Risiko Tetap Mengintai
Kendati arus modal semakin deras, pasar negara berkembang tetap tidak lepas dari risiko. Volatilitas nilai tukar, ketergantungan terhadap harga komoditas global, serta dinamika politik domestik dan internasional menjadi faktor yang harus terus diantisipasi.