Docang: Kuliner Khas Cirebon yang Penuh Sejarah dan Rasa

Docang, Sajian Lontong kuah Khas Cirebon. -foto _ net.--
Radarlambar.Bacakoran.co - Cirebon dikenal sebagai kota yang kaya akan ragam kuliner tradisional yang menggugah selera, dari yang terkenal seperti empal gentong dan nasi jamblang hingga makanan yang lebih ja-rang terdengar, seperti docang. Meskipun tidak sepopuler kuliner-kuliner itu, docang tetap menjadi hidangan sarapan favorit di kalangan warga lo-kal, terutama karena cita rasa dan nilai sejarah yang menyertainya.
Docang merupakan sajian yang sederhana namun unik, terdiri dari lontong yang dipadukan dengan kuah oncom bercita rasa khas. Pada penyajiannya, lontong tersebut ditaburi dengan aneka sayuran seperti tauge, daun singkong rebus, serta parutan kelapa, lalu disiram kuah on-com yang hangat dan gurih. Kerupuk putih yang dihancurkan dit-ambahkan untuk memberikan sensasi renyah, sehingga menambah kelezatan hidangan ini.
Nama docang sendiri ternyata berasal dari gabungan dua bahan utama yang mendominasi rasa hidangan ini. Kata “do” berasal dari bodo, istilah lokal untuk oncom atau baceman dage, sementara “cang” merujuk pada tauge yang berasal dari kacang hijau yang sudah bertunas. Kombinasi keduanya memberikan docang karakter rasa yang khas dan berbeda dari kuliner lain di sekitarnya.
Tidak hanya sebagai makanan harian, docang juga berperan penting da-lam tradisi masyarakat Cirebon, terutama saat perayaan Maulid Nabi Mu-hammad SAW atau yang dikenal dengan Mauludan. Pada momen ini, puluhan hingga ratusan pedagang docang musiman hadir memenuhi area sekitar Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Suasana di sekitar keraton dipenuhi oleh aroma harum kuah oncom yang menggoda selera, menciptakan nuansa perayaan yang kental dengan budaya dan tradisi lo-kal.
Namun, docang tidak hanya bisa dinikmati saat perayaan saja. Di bebera-pa tempat di Cirebon, terutama di Jalan Tentara Pelajar, docang dapat ditemukan setiap hari sebagai menu sarapan yang banyak dicari oleh war-ga sekitar dan wisatawan. Bahkan di sekitar Stasiun Cirebon, para peda-gang kaki lima menyediakan docang sebagai pilihan sarapan praktis dan lezat bagi para penumpang yang baru tiba atau hendak berangkat.
Meski begitu, perkembangan zaman membawa tantangan tersendiri bagi kelangsungan docang. Generasi muda kini cenderung lebih mengenal makanan modern dan cepat saji, sehingga kuliner tradisional seperti do-cang mulai terpinggirkan. Hal ini mendorong perlunya upaya pelestarian budaya kuliner melalui edukasi dan promosi yang lebih intensif agar do-cang tetap dikenal dan dicintai oleh generasi berikutnya.
Menikmati docang berarti merasakan kehangatan tradisi yang telah diwar-iskan secara turun-temurun, sekaligus menghargai perjalanan panjang kuliner yang menjadi bagian dari identitas daerah ini.(yayan/*)