Taman Nasional Tesso Nilo Terancam: Warga Tinggal di Hutan Lindung, Sertifikat Tanah Ilegal Ditemukan

Taman Nasional Tesso Nilo Terancam: Warga Tinggal di Hutan Lindung, Sertifikat Tanah Ilegal Ditemukan. Foto/net--
Radarlambar.bacakoran.co- Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dari Kejaksaan Agung mengungkap fakta mengejutkan dalam kunjungan mereka ke Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau. Kawasan hutan lindung seluas 81.793 hektare itu kini dihuni oleh penduduk yang secara administratif telah memiliki dokumen kependudukan, meski kawasan tersebut semestinya steril dari permukiman.
Temuan ini menjadi sorotan karena Tesso Nilo merupakan salah satu kawasan konservasi penting di Indonesia yang menjadi habitat berbagai satwa langka. Namun, di tengah fungsinya sebagai paru-paru alam, kini hutan tersebut justru berubah menjadi area pemukiman tak resmi yang memiliki identitas kependudukan legal.
Yang lebih mengkhawatirkan, Satgas PKH juga menemukan adanya sertifikat hak milik atas tanah yang diterbitkan di wilayah tersebut. Padahal secara hukum, TNTN berstatus hutan lindung milik negara yang tidak boleh dialihkan untuk kepentingan pribadi. Indikasi ini menimbulkan dugaan adanya pelanggaran administratif serius, bahkan potensi tindakan koruptif oleh aparat di tingkat daerah.
Tak berhenti sampai di situ, tim Satgas juga menerima laporan soal maraknya perburuan liar yang merambah area taman nasional. Perburuan satwa langka bahkan memicu konflik antarkelompok di kawasan itu, memperburuk kondisi lingkungan yang sudah terancam.
Lebih jauh lagi, Satgas menduga adanya keterlibatan oknum pemerintah daerah dalam proses peralihan hak tanah yang seharusnya tidak bisa dilakukan di atas kawasan lindung. Praktik ini menjadi perhatian utama dalam penyelidikan yang saat ini tengah berlangsung.
Sebagai respons, upaya pemulihan akan melibatkan berbagai pihak di tingkat lokal. Penegakan hukum dan pengawasan ketat dijanjikan akan diperkuat guna mencegah kerusakan lebih lanjut di Tesso Nilo. Pemukiman ilegal di kawasan ini juga akan diarahkan untuk relokasi secara mandiri, agar hutan bisa kembali difungsikan sesuai peruntukannya.
Kasus ini menjadi potret nyata tantangan besar yang dihadapi Indonesia dalam menjaga kawasan konservasi di tengah desakan kepentingan ekonomi, pemukiman, dan lemahnya pengawasan terhadap tata kelola lahan. (*)