Ukraina Kecewa: Rudal Anti-Drone Dijanjikan Trump Kini Dialihkan ke Timur Tengah

AS Siap Hubungi Rusia Terkait Kesepakatan Gencatan Senjata dengan Ukraina. Foto/net--

Radarlambar.bacakoran.co - Pemerintah Ukraina kembali dibuat geram. Janji Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump untuk mengirimkan 20.000 rudal anti-drone justru berakhir dengan kekecewaan. Rudal yang sangat dibutuhkan Kyiv untuk menghadapi serangan udara Rusia itu dialihkan ke pasukan AS yang bersiaga di Timur Tengah.

 

Informasi ini mencuat usai Presiden Volodymyr Zelensky membeberkan keputusan mendadak Pentagon yang memprioritaskan kebutuhan militernya sendiri. Alih-alih memperkuat Ukraina yang terus digempur drone Shahed buatan Iran, rudal-rudal tersebut kini dikirim ke kawasan Teluk sebagai antisipasi konflik dengan Iran dan serangan kelompok Houthi dari Yaman.

 

Langkah tersebut diputuskan langsung oleh Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth, yang juga absen dalam pertemuan penting Kelompok Kontak Pertahanan Ukraina—sebuah forum yang selama ini menjadi barometer dukungan militer Barat untuk Kyiv. Absennya Hegseth sekaligus menandai pergeseran strategi Washington yang kini tampaknya mulai menjauh dari prioritas utama membela Ukraina.

 

Ukraina saat ini tengah berada dalam posisi rawan. Rusia terus menggencarkan serangan udara besar-besaran, termasuk menggunakan drone-drone mematikan asal Iran. Dalam situasi seperti ini, rudal anti-drone sangat dibutuhkan untuk mempertahankan kota-kota utama dan fasilitas vital.

 

Di sisi lain, pemerintahan Trump belum menunjukkan sinyal dukungan militer baru. Bahkan sempat ada penghentian sementara pengiriman senjata di awal tahun. Ini kontras dengan pendekatan sebelumnya di bawah Joe Biden yang relatif lebih aktif menyuplai bantuan persenjataan.

 

Lebih lanjut, Zelensky juga merespons pernyataan Trump yang sempat meremehkan skala konflik Ukraina–Rusia. Pemerintah Ukraina menegaskan bahwa mereka sedang menghadapi invasi brutal, bukan sekadar sengketa sepele yang bisa diselesaikan dengan pendekatan ringan.

 

Dalam upaya mempertahankan dukungan internasional, Kyiv juga mendorong diberlakukannya sanksi baru terhadap Rusia. Salah satu usulan yang mereka dukung adalah tarif sebesar 500 persen terhadap negara-negara yang masih membeli energi dari Moskwa—langkah yang diyakini dapat menghantam perekonomian Rusia secara signifikan.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan