Penetrasi Internet RI Tembus 229 Juta Jiwa, Mayoritas Gunakan Paket Bulanan dan Prabayar

Ilustrasi Internet. Foto-REUTERS--
Radarlambar.bacakoran.co- Internet telah menjadi tulang punggung kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Laporan terbaru Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bertajuk Profil Internet Indonesia 2025 menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam tingkat penetrasi internet nasional, yang kini telah mencapai 80,66% atau sekitar 229,4 juta penduduk.
Peningkatan ini mencerminkan semakin luasnya jangkauan akses digital di berbagai wilayah, termasuk di luar kawasan perkotaan. Dibandingkan tahun sebelumnya, angka ini naik hampir 2%, memperkuat posisi internet sebagai infrastruktur fundamental dalam ekonomi digital nasional.
Dalam hal pola konsumsi, mayoritas pengguna internet seluler di Indonesia menunjukkan preferensi terhadap paket internet bulanan. Pada 2025, sekitar 72,01% pengguna memilih model berlangganan bulanan, meningkat dari 70,33% pada 2024. Selain itu, model prabayar masih menjadi pilihan dominan lintas generasi, mulai dari Gen Z hingga Pre-Boomer, mengindikasikan kecenderungan masyarakat yang mengutamakan fleksibilitas dan kontrol terhadap pengeluaran internet.
Secara finansial, mayoritas masyarakat Indonesia mengalokasikan dana di kisaran Rp101.000 hingga Rp250.000 per bulan untuk membeli paket internet operator seluler. Sebanyak 52,27% pengguna masuk dalam kelompok ini, naik dari 45,01% tahun lalu. Sementara itu, pengguna yang menghabiskan di bawah Rp50.000 per bulan menurun menjadi 34,52%, menandakan pergeseran daya beli dan kebutuhan akses data yang makin besar.
Sebaliknya, hanya segelintir masyarakat—tepatnya 1,02%—yang bersedia menghabiskan lebih dari Rp250.000 untuk paket internet bulanan. Angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 1,61%, kemungkinan besar karena perubahan pada penawaran paket yang lebih kompetitif dari operator.
Terkait persepsi biaya, sebagian besar masyarakat menilai tidak ada perubahan signifikan dalam harga koneksi seluler tahun ini. Sekitar 48,39% responden merasa tarif internet masih sama, meski 43,49% lainnya menyatakan biaya semakin mahal. Hanya 8,12% yang menilai tarif lebih murah dibandingkan tahun lalu. Hal ini bisa mencerminkan persepsi atas nilai yang diterima dibandingkan dengan kualitas layanan.
Stabilitas dan kecepatan koneksi tampaknya menjadi faktor utama yang memengaruhi keputusan berlangganan. Mayoritas pengguna—sekitar 70,44%—rela membayar harga sedang asal koneksi stabil. Bahkan, 16,82% bersedia membayar lebih mahal jika kualitas internet lebih cepat dan andal.
Di sisi lain, gangguan jaringan mengalami perbaikan. Hanya 4,62% responden yang mengaku sangat sering mengalami gangguan jaringan seluler pada 2025, turun tajam dari 11,01% pada tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kualitas jaringan oleh penyedia layanan telekomunikasi.
Jenis gangguan yang paling umum dikeluhkan meliputi lemahnya sinyal di lokasi tertentu dan cuaca buruk (26,75%), kecepatan internet yang lambat (26,28%), serta koneksi yang kerap terputus (23,37%). Sementara itu, keluhan terkait kuota yang cepat habis padahal penggunaan dirasa wajar mencapai 11,34%.
Secara keseluruhan, data APJII mengonfirmasi bahwa kebutuhan dan ekspektasi masyarakat terhadap internet terus berkembang, baik dari sisi keterjangkauan, kualitas koneksi, maupun keandalan jaringan. Laporan ini mempertegas bahwa internet bukan lagi sekadar kebutuhan pelengkap, tetapi sudah menjadi elemen penting dalam infrastruktur kehidupan sosial dan ekonomi Indonesia.(*)