Tingkat Pengangguran Turun ke Level Terendah Sejak Krisis 1998

Presiden Prabowo Subianto memamerkan angka pengangguran Indonesia yang berhasil turun dan bahkan mencapai titik terendah sejak krisis moneter 1998.-Foto Dok---

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Presiden Prabowo Subianto memaparkan bahwa tingkat pengangguran nasional berhasil menurun ke level terendah sejak krisis moneter 1998, mencapai 4,76 persen per Februari 2025. Pencapaian ini bersamaan dengan penambahan lapangan kerja bagi 3,59 juta orang, yang tersebar di hampir seluruh sektor ekonomi, terutama perdagangan, pertanian, dan industri pengolahan.

Presiden menekankan bahwa penurunan pengangguran menjadi salah satu indikator kinerja ekonomi pemerintah, sekaligus mencerminkan efektivitas kebijakan penciptaan lapangan kerja dan penguatan sektor industri serta perdagangan.

Namun, sejumlah pakar menyoroti bahwa meskipun angka pengangguran turun, kualitas pekerjaan dan distribusi tenaga kerja masih menjadi tantangan utama. Prof. Indra Prasetya, Ekonom Senior Universitas Gadjah Mada, menilai bahwa mayoritas lapangan kerja baru berada di sektor padat karya, dengan produktivitas yang relatif rendah dan upah minimum yang masih terbatas. Kondisi ini menimbulkan risiko pekerja tetap berada di kategori informal atau setengah pengangguran.

Dalam sektor perdagangan, tercatat penyerapan tenaga kerja mencapai 980 ribu orang, sektor pertanian 890 ribu orang, dan industri pengolahan 720 ribu orang. Sub-sektor industri pengolahan yang menyerap tenaga kerja terbesar meliputi industri alas kaki sebanyak 172 ribu orang, industri makanan kecil dan sejenisnya 137 ribu orang, serta industri komponen sepeda motor 117 ribu orang. Prof. Indra menekankan bahwa meskipun terjadi penciptaan lapangan kerja, perhatian pada kualitas dan keterampilan tenaga kerja menjadi kunci agar produktivitas nasional meningkat.

Laksmi Saraswati, Ekonom Senior Bank Indonesia, menambahkan bahwa penurunan pengangguran juga didukung oleh kebijakan pro-investasi dan insentif sektor industri, termasuk dukungan terhadap UMKM dan perusahaan padat karya. Aliran modal asing dan domestik ke sektor industri manufaktur dan perdagangan meningkat, memperkuat kapasitas penciptaan lapangan kerja di pusat-pusat ekonomi.

Meskipun demikian, pengangguran struktural tetap menjadi perhatian. Transformasi industri melalui digitalisasi dan otomatisasi berpotensi menggantikan pekerjaan berulang dengan teknologi, sehingga pemerintah perlu menekankan program pelatihan vokasi dan pengembangan keterampilan digital. Program semacam ini penting agar tenaga kerja Indonesia tetap relevan di era revolusi industri 4.0 dan mampu beradaptasi dengan perubahan struktur ekonomi.

Distribusi lapangan kerja antarwilayah juga menjadi tantangan. Prof. Indra menekankan bahwa penyerapan tenaga kerja masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, sehingga perlu upaya untuk memperkuat pembangunan ekonomi di wilayah luar Jawa agar pengurangan pengangguran bersifat merata. Pemerintah diharapkan meningkatkan investasi infrastruktur, mendukung industri lokal, serta memperluas program pelatihan keterampilan di daerah tertinggal.

Selain itu, struktur tenaga kerja menunjukkan perubahan signifikan. Porsi pekerja penuh meningkat dari 65,6 persen menjadi 66,2 persen, sedangkan pekerja setengah pengangguran menurun dari 8,5 persen menjadi 8,0 persen. Pekerja paruh waktu juga berkurang dari 25,9 persen menjadi 25,8 persen. Tren ini menunjukkan bahwa penciptaan lapangan kerja tidak hanya bersifat kuantitatif, tetapi juga mulai memperbaiki kualitas dan kestabilan pekerjaan bagi masyarakat.

Ke depan, pemerintah dihadapkan pada tugas menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kualitas lapangan kerja. Strategi yang diperlukan meliputi peningkatan produktivitas tenaga kerja, penguatan sektor formal, pengembangan industri kreatif, serta pengembangan kapasitas sumber daya manusia melalui pendidikan vokasi, pelatihan teknis, dan penguasaan keterampilan digital.

Pencapaian angka TPT terendah sejak krisis 1998 menjadi sinyal positif bahwa perekonomian Indonesia menunjukkan stabilitas dan daya tahan. Namun, upaya berkelanjutan diperlukan agar pengurangan pengangguran tidak hanya bersifat sementara, tetapi menciptakan fondasi kuat bagi pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan.(*/edi)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan