Pupuq, Perkedel Ikan Khas Mandar yang Sarat Filosofi

Pupuq menjadi salah satu bukti budaya bahari Suku Mandar karena bahan utamanya adalah ikan . Foto Net--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Sulawesi Barat dikenal sebagai salah satu daerah dengan tradisi kuliner yang kaya akan cita rasa laut. Sebagai provinsi yang terletak di pesisir barat Pulau Sulawesi, daerah ini memiliki banyak olahan ikan yang digemari pecinta kuliner. Dari sekian banyak sajian khas, terdapat satu menu istimewa yang tidak hanya menggugah selera, tetapi juga menyimpan nilai budaya mendalam, yakni Pupuq, kuliner tradisional Suku Mandar.

Jejak sejarah suku ini telah ada sejak abad ke-16, berawal dari persekutuan tujuh kerajaan pesisir yang disebut pitu baqbana binanga serta tujuh kerajaan di pegunungan yang dikenal dengan istilah pitu ulunna salu. Nama Mandar sendiri diyakini berasal dari kata sipamandar, yang berarti saling melengkapi. Ada pula yang menyebutkan bahwa istilah tersebut diambil dari nama Sungai Mandar, yang kini dikenal sebagai Sungai Tinambung.

Dalam perjalanan sejarahnya, Suku Mandar melahirkan beragam warisan budaya, mulai dari tradisi bahari, upacara adat, hingga kekayaan kuliner. Pupuq termasuk salah satu sajian penting yang melekat dengan identitas mereka. Pada masa lampau, hidangan ini hanya dapat dinikmati oleh kalangan bangsawan karena bahan bakunya terbilang mahal dan proses pembuatannya cukup rumit. Namun seiring berjalannya waktu, Pupuq mulai dinikmati masyarakat luas, meski tetap mempertahankan posisinya sebagai makanan istimewa yang disajikan pada acara penting, seperti kelahiran, khitanan, pernikahan, hingga prosesi kematian.

Keistimewaan Pupuq terletak pada bahan utamanya, yakni ikan. Namun, tidak semua jenis ikan dapat digunakan. Pemilihan ini tidak semata-mata didasari alasan rasa, melainkan juga menyimpan makna filosofis. Ikan putih melambangkan ketulusan hati seorang perempuan yang menyuguhkan makanan terbaik bagi orang lain.

Cara pengolahan Pupuq memiliki kemiripan dengan perkedel. Ikan yang telah dibersihkan dikukus terlebih dahulu, lalu dibuang tulangnya. Setelah itu, daging ikan ditumbuk halus sambil dicampur dengan bumbu-bumbu khas, seperti bawang merah, serai, lengkuas, merica, garam, cabai merah, dan sedikit perasan jeruk nipis untuk menambah kesegaran rasa.

Dahulu, proses menumbuk ikan yang disebut parri’di pupu’ menjadi bagian penting dari tradisi. Tugas ini biasanya dilakukan oleh para pemuda yang tinggal di sekitar lokasi acara adat. Mereka menumbuk ikan menggunakan lesung dengan ketukan tertentu hingga menghasilkan irama yang beraturan. Menariknya, aktivitas ini sering kali diiringi dengan tabuhan gendang, menciptakan suasana meriah sekaligus menumbuhkan semangat kebersamaan.

Setelah halus, adonan ikan kemudian dibentuk menyerupai segitiga. Bentuk ini bukan tanpa alasan, sebab masyarakat Mandar meyakini bahwa segitiga merupakan simbol tiga dimensi kehidupan, yakni Tuhan, alam, dan manusia. Karena itu, pencetakan Pupuq harus dilakukan dengan teliti. Setiap adonan dibuat simetris dengan ketebalan merata, agar melambangkan keseimbangan dalam hidup.

Tahap selanjutnya adalah menggoreng adonan hingga matang. Minyak yang digunakan biasanya minyak kelapa murni, atau yang dikenal dengan sebutan minyak Mandar, sehingga menghasilkan aroma harum khas. Teksturnya renyah di luar, lembut di dalam, dengan rasa asin gurih yang khas, membuat siapa pun yang mencicipinya sulit berhenti pada satu gigitan saja.

Keunikan kuliner ini membuat pemerintah menetapkannya sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Sulawesi Barat pada tahun 2018. Status tersebut tidak hanya memperkuat posisi Pupuq sebagai identitas kuliner Mandar, tetapi juga menjadi simbol pelestarian budaya lokal yang terus dijaga hingga kini.

Dalam penyajiannya, Pupuq umumnya dinikmati bersama nasi putih, ketupat, buras, atau songko ubi (olahan singkong khas Mandar). Ada pula yang menjadikannya sebagai kudapan ringan untuk menemani secangkir kopi atau teh hangat. Paduan rasa gurih ikan dengan aroma rempah yang kuat menjadikan Pupuq cocok disantap dalam berbagai suasana. Sajian ini bukan sekadar makanan, tetapi juga representasi budaya bahari Mandar yang menekankan nilai keikhlasan, kebersamaan, dan hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungannya.

Setiap gigitan Pupuq seolah menyimpan cerita panjang tentang sejarah, filosofi, dan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Maka, ketika Anda singgah di Bumi Manakarra, jangan lupa untuk menyempatkan diri merasakan kelezatan kuliner khas ini, sebuah cita rasa warisan budaya yang tiada duanya.(*/yayan)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan